Kamis, 19 February 2012. Satu kebodohan telah aku lakukan. Aku telah sukses mempermalukan diri sendiri bahkan mungkin menurut sebagian orang itu sama saja dengan menghinakan diri. Entahlah, aku tak peduli.
Aku belum pernah pacaran, di seumur hidupku. Dari SD sampe sekarang, sejak aku mengerti kata mengagumi dan dikagumi, menyukai dan disukai atau mencintai dan dicintai, perasaan itu selalu kubiarkan berlalu begitu saja. Aku ingin fokus dengan pendidikanku dan aku tidak akan pernah membiarkan satupun mengganggu konsentrasiku, termasuk orang yang kusukai atau menyukaiku.
Tidak mudah melewati masa-masa sekolah dengan status jomblo, apalagi aku termasuk salah satu siswi cukup populer di kalangan teman-teman, bukan karena cantik, tapi karena beberapa hal. Pastinya aku pernah mengagumi seseorang, bukan hanya seorang malah, tapi banyak, namun justru itu yang membuatku mampu bertahan dengan prinsipku. Yah, kekagumanku belum habis pada satu orang kemudian muncul lagi kekaguman pada sosok lain. “Mata keranjang”, kata temanku. Tapi seperti itulah caraku menjaga hati.
Setelah menjadi mahasiswa, godaannya makin berat. Berada di lingkungan yang di dominasi oleh kaum Adam bukanlah hal mudah untuk tetap menutup mata hati. Tapi beruntunglah, Allah menunjukkanku pada sebuah pemahaman yang baik tentang Islam. Dan makin kuatlah pertahananku untuk tetap memelihara predikat jomblo-ku.
Dunia kerja menawarkan cerita yang berbeda lagi. Dan di sinilah kurasakan ujian hati yang paling berat. Salah sedikit saja, maka hasilnya akan sangat fatal. Setidaknya begitu menurutku. Dan aku masih harus berjuang mempertahankan status jomblo-ku. Sampai kapan? Entahlah, namun aku yakin, sebentar lagi. Aku hanya butuh sedikit tambahan kesabaran lagi, agar tidak melakukan kesalahan di masa “injury time” ini.
Banyak yang bertanya, “kamu tunggu apa lagi, sist? Karir sudah mapan, lingkunganmu mendukung untuk mendapatkan lelaki “se-level” bahkan di atasmu saat ini. So?”. Hmmm..aku tunggu apa lagi? Aku pun jadi ikut bertanya pada diriku sendiri.
Sebenarnya, aku memang sedang menunggu. Menunggu hatiku bisa mencintai seseorang. Seseorang yang bisa membuat hatiku bergetar jika namanya kusebut, seseorang yang bisa membuat irama degupan jantungku berbeda dari biasanya. Dan aku belum pernah mendapatkan perasaan itu dari sederetan nama yang pernah kukagumi dan mengagumiku. Hingga, beberapa hari yang lalu kurasakan itu pada satu orang.
Aku bahagia bisa merasakan getaran itu. Tidak peduli cintaku akan berbalas atau tidak. Karena sudah lama aku menginginkan perasaan itu, namun tak kunjung kurasakan. Begitu sulit untukku menyukai seseorang dengan sebenar-benarnya suka, sayang dan cinta. Sampai kadang aku berpikir, sepertinya tidak ada satupun laki-laki di dunia ini yang mampu mengambil hatiku. Hampir saja aku putus asa terhadap perasaanku sendiri.
Itulah, mengapa aku pernah berjanji pada diriku sendiri, “jika suatu saat hatiku bergetar ketika mengingat seseorang, maka kupastikan aku akan mengungkapkan perasaanku itu padanya”. Aku merasakan itu dan aku telah menunaikan janjiku. Telah kunyatakan perasaanku.
Mungkin ini akan terlihat gila. Aku menyukai laki-laki yang umurnya setahun di bawahku. Aku tau wajah dan namanya tapi yang sebenarnya aku tidak mengenalnya. Meskipun sudah pernah ada interaksi dengannya, tapi tak satupun terekam dalam memoriku bahkan suaranya tak lagi bisa kuingat. Aku tidak tau apa pekerjaannya dan keberadaannya pun jauh dariku. Aku pun masih meraba-raba hatiku, apa yang membuatku begitu mencintainya. Ada yang bilang bahwa terkadang kita tidak memerlukan alasan untuk mencintai seseorang, tapi bagiku tidak. Cinta itu memerlukan alasan, setidaknya aku tau bahwa dia seorang “ikhwan” dan bagiku itu sudah mewakili 70% kriteriaku. Apalagi klo dia tidak merokok, 20% terpenuhi lagi. Sisanya, biarlah waktu yang menunjukkannya pada hatiku.
Aku belum tau bagaimana takdir membawa cerita ini menemukan muaranya. Sepertinya jalan kedepannya akan rumit. Meskipun “dia” mengatakan bahwa ia sangat senang mengetahui perasaanku padanya, tapi tetap saja semuanya masih samar-samar. Ibarat menggantung dan digantung tanpa tali. Tapi biarlah seperti itu adanya sekarang. Aku masih ingin merasakan indahnya mencintai dan menyayangi seseorang. Urusan kedepannya, nanti saja dipikirkan. Tidak ada yang sulit di dunia ini jika kita mau berjuang. Bukankah sesuatu itu akan lebih terasa nilai dan harganya jika diperolehnya dengan segenap perjuangan?
Jujur, aku sangat malu dengan kejadian ini. Aku merasa benar-benar bodoh. Mungkin inilah kebodohan tingkat tinggi yang pernah kulakukan. Memalukan memang. Aku sempat marah pada diriku sendiri. Tapi bila dirasa-rasa, justru aku sangat bersyukur dengan kebodohanku ini. Aku tidak tau, apa masih bisa merasakan perasaan ini lagi selain pada dirinya? Entahlah... rasanya tak masalah sesekali terlihat bodoh di depan orang yang kita cintai. Langit masih biru, dunia belum berhenti berputar dan lautan pun belum mengering karenanya.
Sekarang, aku hanya butuh memaksimalkan ikhtiar dan terus memperbaiki diri, dan pastinya tetap menyerahkan semua ini pada skenario hebat-Nya. Jika memang dialah takdirku, semoga Allah menunjukkan jalannya. Aamiin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar