17 Jan 2011

JOMBLO! Predikat yang NISTA atau Predikat yang MULIA???


Cukup membuat emosiku menanjak, rasanya seperti ada jutaan kaki yang menginjak-injak idealismeku, atau seakan hati merasa seluruh isi dunia ini tidak memberi penghargaan sedikitpun atas apa yang kuperjuangkan selama 25 tahun hidupku. Sebuah artikel yang kubaca dari email kantor, “Catatan Cinta Si Kere yang Bodoh” katanya bersumber dari KOMPASSIANA. Lucu sih dan cukup membuat hati terenyuh membaca kisah perjuangan seorang laki-laki yang ingin jadi Playboy cak kerupuk. Kasihan banget sama penulisnya tapi salut juga untuk setiap perjuangan dan kejujurannya. Yah.. “Itulah kehidupan”, begitu komentar seorang teman yang menanggapi email tersebut.

Tapi ada kalimat yang membuatku sempat naik pitam (dengan wajah memerah, ekspresinya), “….predikat yg nista.. gua jomblo..” atau pada kalimat “Dengan terpaksa gua harus nikmatin predikat nista ini..JOMBLO. terpaksa banget tu…same aje kayak orang sakit disuruh nelen jamu yang pahitnye kaga ketulungan, atau same aje kayak ada ujian semester pagi tp mata belum mau melek,,hahaa”. Yayaya… sambil ngurut dada dan tertegun sejenak kemudian melanjutkan membaca artikel tersebut sampe tamat. Hahaha..amat menikmati..

Yah, tak dapat dipungkiri klo memang predikat JOMBLO merupakan sesuatu yang amat ditakuti oleh sebagian besar remaja atau mereka yang masih berstatus belum kawin di KTP-nya di seantero bumi. Bahkan, mungkin lebih ditakuti dari semua jenis hantu yang ada dalam film-film tak bermutu yang di produksi di Negeri seribu masalah ini. Ckckckck…20 jempol dah buat kalian penganut Mazhab ini, jempol gajah maksudnya! Ihhhh…amit-amit deh klo jempolku, bahkan jempol kakikupun merasa dak level tuk diacungkan buat kalian. Ada yang mau protes? Silahkan, klo perlu laporin tuh ke KOMNASHAM! Kali aja saya bisa langsung jadi Artis (hahaha…ngarep.com)..

Tulisan seperti ini nih yang semakin membakar semangat anak-anak jaman sekarang melebihi semangat ’45 tuk berjuang sampe titik darah penghabisan demi melepaskan kutukan jomblo yang melekat pada fitrahnya. Belum lagi sinetron-sinetron yang mendominasi dunia pertelevisian Indonesia saat ini. Dengan berbagai jenis judul tapi temanya sama saja, gampang ditebak bak telenovela dan film India atau dengan candu film korea yang membuat cewek tolol menjadi idaman para pria. Dunia..dunia.. makin tua makin aneh bin ajaib.

Kembali ke Kutukan Jomblo!!! Sebenarnya klo dibilang kutukan, gak jg sih. Kecuali bagi yang ngebet banget punya pacar tapi apa daya, modal dan model tidak mau bersahabat. Hahaha.. kasian BeGeTe. Silahkan menertawakan diri sendiri buat yang gak punya modal n model manusia penakluk, tp tdk tuk ngebet pacaran yah…hehehe. Abis itu jangan lupa berdiri di depan cermin, pake cermin yang datar yah, jgn yang cekung atau cembung apalagi pake cermin retak…

Tompi yang penyanyi itu pernah bertanya, “mengapa cintaku begini, selalu ku ditinggal pergi, apa mungkin ini takdirku, menjadi jomblo sejati?” Tanya kenapa? Tanyama’ (kata orang Makassar)!!! Ada banyak alasan mengapa seseorang memutuskan tuk Jomblo (sementara; sampai pernikahan menghapuskan predikat jomblo tersebut) tapi lebih banyak lagi alasan mengapa orang menghindari setengah mampus predikat Jomblo. Sah-sah aja sih, setiap orang kan punya pemikiran dan pembenaran sendiri atas apa yang dia lakukan. Kalo bahasanya para Politikus yang kebanyakan bau tikus mati, itu hak prerogatif. Tidak perlu disebutkan satu-satu di sini, meskipun tidak akan menghabiskan tinta sebanyak tujuh samudera setelah keringnya dan pepohonan pun tidak perlu dikumpulkan untuk dijadikan pena untuk menuliskan semua pembenaran-pembenaran kedua belah pihak karena otakku tidak akan mampu mengurai argumen2 dari pelaku pacaran dan hujjah dari penganut faham indahnya pacaran setelah menikah. Jangan sampe keluar ayat, “Lakum Diinukum Walyadiin”, padahal Syahadatnya masih  sama.

Next to the topic!!! Sebelumnya mari kita samakan persepsi tentang pengertian jomblo. Ada yang mengatakan bahwa Jomblo adalah symbol kebebasan, tapi ada juga yang mengatakan bahwa Jomblo itu artinya tak laku-laku, macam lagu Wali aja yah.. hehehe.. Tapi pengertian paling umum yang sering kita temukan dalam masyarakat kekinian bahwa Jomblo itu berarti tidak punya pacar. Sepakat yah dengan pengertian terakhir. Pacar, menurut Oom Google, pacar adalah kekasih atau orang yang dicintai atau orang yang dikasihi (Kamisa, 1997). Pacaran adalah hubungan pertemanan antar lawan jenis yang diwarnai keintiman. Keduanya terlibat dalam perasaan cinta dan saling mengakui pasangan sebagai pacar (Mulamawitri, 2003). Hmmm.. Perlu digaris bawahi tuh kalimat hubungan pertemanan antar lawan jenis yang diwarnai keintiman. Fakta di lapangan yang meng-aminkan statement tersebut. Mungkin kita sering mendengar istilah “Pacaran Islami”, memang ada? Ada, Insya Allah. Tapi setelah Ijab Kabul tentunya.. Klo belum nikah, gimana? Absolutly nothing, klo ada yang bilang itu ada dalam Islam maka jangan ragu untuk mengatakan bahwa itu adalah bid’ah.

Amat disayangkan kondisi pemuda dewasa ini, khususnya pemuda islam. Mereka selalu dihantui perasaan malu, malu yang tidak digunakan pada tempatnya. Kebebasan yang tak terbingkai menggerogoti mengikis habis kepercayaan diri mereka demi kebanggaan dan kesenangan sesaat. Malu bila harus menyandang predikat Jomblo, tapi tidak pernah malu dengan tatapan rendah dan cibiran orang di sekitarnya. Jomblo dianggap sebuah perbuatan nista, lalu apa sebutan yang lebih rendah melebihi dari sebutan nista bila membiarkan tangan digenggam erat oleh tangan penuh nafsu dan merelakan tubuh dipeluk dalam pelukan kasih sayang dusta dan berbagai adegan lainnya yang dianggap lazim dalam sebuah hubungan yang berlabel Pacaran??? Astaghfirullah…

Peduli setan, sama setan yang sering menertawakan orang-orang yang memilih tuk menghabiskan masa mudanya dengan predikat Jomblo. Lupakan tatapan penuh kecongkakan makhluk yang merasa paling indah di muka bumi ini hanya karena dijadikan pacar oleh makhluk indah lainnya, menurut mereka. Seharusnya mereka malu, sepatutnya mereka yang mengasihani diri sendiri sebelum mengasihani orang lain. Klo perlu tangisilah diri kalian yang rela menjual kehormatan dan kemuliaan diri atas nama cinta. Terkhusus saudaraku yang ditakdirkan menjadi perempuan, bukan berarti yang laki-laki bisa lolos yah..

Hidup harus punya prinsip, jangan mau diposisikan pada posisi lemah. Apalagi harus dilemahkan oleh setan yang mengobok-obok rasa iri dan rasa ingin tuk merasakan sesuatu yang belum halal menurut agama. Mengapa kita harus minder jika kita berdiri di atas jalur yang benar? Mengapa merasa kurang mendapatkan kasih sayang padahal kasih sayang Allah menaungi di setiap langkah? Mengapa harus merasa hina dengan kemampuan menjaga kemulian diri? Mengapa harus merasa nista jika hanya bergelar Jomblo? Bukankah Jomblo itu hanya sesaat? Ibarat sekali mengedipkan mata dan semuanya berganti dengan kemuliaan yang bertambah.

Keep your self gals!!! Save your heart Gan!!! Mari memuliakan hati dan diri dengan tetap men-Jomblo sebelum mengucapkan atau menerima Ijab Kabul untuk dan dari seseorang yang sama-sama berniat saling mensucikan. Jangan membuat pagar diri dari tanaman yang bisa memakanmu sampai habis. Atau penyesalan akan menjadi masa depan. Ihhhh….seremmmmmmmmmmmm!!!

Kalo masih ada suara-suara sumbang yang menertawakan ke-Jombloanmu, yah sudahlah.. Request-kan saja lagunya mbak Oppie Andaresta with “Single Happy”-nya. Tapi, jangan juga terlalu menikmati sampe amnesia terhadap pelepasan kutukan Jomblonya. Lepaskanlah dengan cara yang benar dan aman. Bukankah membagikan perasaan sayang dan cinta terhadap makhluk Allah tidak hanya dalam bentuk pacaran? Apalagi TTM-an, HTS-an..oh no..no..no.. Na’udzubillah Minzalik!!!






12 Jan 2011

Cerpen: Mungkinkah Itu Kamu?

Suara kernek Bus membangunkanku dari tidur panjang selama berjam-jam perjalanan. “Neng, Padang Sappa”. “Oh..Iya bang, makasih”. Jawabku yang masih mengumpulkan setengah nyawa. Kulangkahkan kaki menuruni Bus sambil menarik Ranselku yang beberapa hari ini setia menemaniku. Sejenak kulayangkan pandangan ke setiap arah di sekitarku, terakhir kuarahkan pandangan ke langit, mengucap syukur dalam hati. Kususuri jalan menuju rumah nenekku yang letaknya tidak begitu jauh dari jalan raya. Saya  masih sangat hafal daerah ini meskipun telah banyak bangunan baru yang kini mengisi tempat-tempat yang dulunya dipenuhi oleh pepohonan. Rumah-rumah yang dulunya kelihatan tua serasa meremaja dengan sentuhan renovasi yang apik. Angin bertiup lembut menyapa mengiringi senja yang memerah diufuk barat. “Ekky…….” Langkahku terhenti seketika mendengar seseorang memanggil namaku. Kupandangi sosok yang berdiri 10 meter di depanku dalam-dalam. Kuraba ingatanku, mengacak-acak setiap memori yang tak pernah lagi muncul bertahun-tahun lamanya. Ya…Aku ingat wajah itu… 

Di tempat ini, tepat 10 tahun yang lalu dia memintaku tuk menunggunya. Saat itu dia akan pindah ke luar kota, meninggalkan kekacauan yang sempat melanda kota kami. Kami masih kelas 2 SMA kala itu. Setelah kenaikan kelas semua siswa yang masuk 5 besar di kelas masing-masing disatukan dalam satu kelas unggulan. Sebelumnya kami sudah saling kenal sejak kelas 1 SMA. Saya tidak ingat bagaimana caranya kami berkenalan. Semuanya berjalan begitu saja hingga melahirkan begitu banyak diskusi-diskusi diantara kami. Kami sering mengerjakan tugas sekolah bersama, dia selalu menunjukkan PRnya kepadaku. Mungkin dia tahu klo saya tidak begitu rajin mengerjakan tugas. Kata teman-teman satu kelasnya dulu, dia tak suka menunjukkan tugas kepada siapapun. Tapi hal ini tak berlaku untukku, dia begitu sabar menunjukkan setiap tugasnya dan selalu memberikan penjelasan. “Biar kamu faham”, begitu yang selalu dia bilang.

Saya sangat senang mempunyai teman seperti dia. Dia berwawasan luas, pengetahuan agamanya pun sangat banyak. Dia selalu bisa memberikan jawaban yang mudah kufahami untuk setiap pertanyaanku tentang Islam dan saya puas dengan jawaban-jawabannya. Seakan-akan dia mampu menghilangkan dahagaku akan pengetahuan agama yang kuanut kala itu.

Dia selalu memintaku tuk pulang bersamanya. Mengantarku sampai ke rumah nenekku yang kebetulan rumah dia dekat dari rumah nenekku. Dia akan berdiri mematung menungguku sampai saya menghilang dari penglihatannya setiap saya akan pulang ke rumah.

2 bulan yang begitu singkat untuk dilalui bersama. “Besok saya akan pindah”. Tiba-tiba dia memecah keheningan ketika kami makan siang di kantin sekolah. Saya hanya tersenyum kepadanya sambil melanjutkan makan. Setelah makan, saya membantunya mengurus setiap surat-surat kelengkapan yang harus dia siapkan untuk memasuki sekolah barunya. Sebelum pulang dia menemui beberapa guru dan kepala sekolah. Entah apa yang ada dalam fikiranku saat itu, saya hanya ingin pulang sesegera mungkin. Saya pamit padanya, “Saya pulang duluan yah”. Dia mengangguk kemudian berkata, “Tunggu aku di depan rumah nenek kamu yah”. Saya tak kuat melihat tatapan matanya, kubalik badanku dan meninggalkannya di ruang kepsek.

Sejak saat itu, kami loose contact. Kulewati hari-hariku seperti biasa bersama teman- teman Gank-ku. Tak ada lagi dirinya yang mengajakku bercerita tentang banyak hal, tak ada lagi diskusi tentang agama. Waktu berjalan mengikuti perintah Tuhannya, bergerak maju ke masa depan. Setiap lewat depan rumahnya atau libur sekolah tiba, saya selalu menoleh ke rumahnya berharap melihat dia ada di sana. Tapi, harapan itu tidak pernah menjadi nyata. 

Tibalah waktu untuk melepas seragam sekolah dan berganti status menjadi mahasiswa. Alhamdulillah, saya diterima di Perguruan Tinggi Negeri terkemuka di Makassar melalui program JPPB, Universitas Hasanuddin (UNHAS). Hari ke-2 untuk pendaftaran ulang. Tiba-tiba kurasakan ada pukulan tinju ringan di pundakku, “Ekky, keterima di jurusan apa? Gak nyangka yah kita bisa ketemu lagi. Siapa saja teman SMA kita dulu yang masuk UNHAS? Kamu bareng siapa ke sini?”. Dia bertanya tanpa jeda dan tidak memberiku kesempatan tuk menjawabnya. Saya memberinya senyum sembari bertanya dalam hati, apa ini nyata? Ekspresiku biasa-biasa saja, tak ada kegembiraan yang meluap atau haru di sana. Saya menjawab pertanyaannya satu persatu dengan apa adanya. Kulihat di sampul Mapnya, Managemen Kehutanan. Kami tidak se-Fakultas.

Segera setelah kami menyelesaikan administrasi di bagian kemahasiswaan, dia langsung mengajakku jalan-jalan mengitari kota Makassar. Tanpa fikir panjang, saya pun meng-iyakan ajakannya. Anehnya, dia meminta saya yang memboncengnya. Saya pun tidak keberatan, saat SMA dulu saya memang sering membonceng teman cowok yang kebetulan tidak bisa mengendarai sepeda motor dan dia tahu itu. Saya merebut helm dari tangannya, dia mundur ke jock belakang dan berangkatlah kami menyusuri jalan-jalan di kota Makassar. “Inilah kota Makassar yang selalu kita impikan dulu menjadi tempat kita menimbah ilmu. Di sini kamu mesti hati-hati bawa motor, bedakan dengan daerah kita. Ada rambu-rambu lalu lintas yang wajib dipatuhi. Ada banyak jalan besar, bukan hanya satu. Peluang kesasarnya lebih tinggi jadi perhatikan nama jalannya dan gedung-gedung yang bisa kamu ingat namanya untuk kamu tahu kalo-kalo nanti kamu kesasar di sini. Ke pantai Losari yuk, di ujung sana kamu belok kiri”. Hmmm.. masih seperti yang dulu. Klo cerewetnya kumat, bisa-bisa dia yang mendominasi pembicaraan dan saya hanya kebagian mengatakan “iya” atau “tidak”. Kami hanya melihat-lihat di atas motor, kami terus melanjutkan perjalanan hingga sore tiba dan saya meminta dia mengantarku pulang ke kost.

Sampai di kost, saya pamit dan ngucapin terima kasih ke dia untuk perjalanan dan cerita-cerita yang banyak di hari ini. Dia menatapku lama, memintaku masuk rumah terlebih dahulu kemudian dia pergi. Lagi-lagi kami loose contact sejak hari itu. Entah kenapa tak ada salah satu diantara kami yang berinisiatif meminta nomor telepon. Sayup-sayup kurasakan waktu berjalan dengan cepatnya mengantarkan kami pada rutinitas perkuliahan dan kegiatan-kegiatan kampus lainnya.

Kembali takdir mempertemukan kami 2 tahun kemudian. Saat itu pendaftaran masuk Perguruan Tinggi Negeri untuk angkatan2005. Kami bertemu di perjalanan menuju gedung registrasi UNHAS. Sekilas mata kami bertemu kemudian saling membuang pandangan. Dia berbalik dan memanggilku, “Assalamu’laikum Ky”. “Wa’alaikum salam... Lama ga ketemu. Kamu dari mana saja selama ini? Kok kita ga pernah ketemu? Kamu ngapain di sini?” Kali ini saya yang lebih banyak bertanya. “Saya mencoba mendaftar lagi, berharap kali ini saya bisa lolos di Fakultas Kedokteran”. Masih dengan wajah agak menunduk, sesekali dia memalingkan wajahnya ke arahku kemudian menunduk lagi atau mengalihkan pandangannya ke arah yang lain.

Subhanallah, kami dipertemukan dalam kondisi yang benar-benar sudah sangat berbeda dari yang dulu. Saya sangat sadar dengan perubahannya dan saya yakin begitupun dengan dirinya ketika melihatku kini. Dia sekarang menjadi seorang ikhwan dan saya adalah seorang akhwat. Saya tidak begitu kaget dengan kondisi dia sekarang karena setahuku dulu keluarga dia memang sangat taat dalam beragama, seingatku keluarganya banyak yang bergabung di salah satu Organisasi Massa yang cukup besar di Indonesia. Saya hanya menebak waktu itu, mungkin dia sudah jadi aktivis dakwah dari Ormas tersebut. Dan sekarang, saya yang dulu dia kenal sangat tomboy dan tidak mengenakan jilbab, berdiri di hadapannya kini dengan pakaian dan jilbab yang menutupi tubuhku. Saya tidak ingin menebak apa yang ada di dalam fikiran dia saat itu.

“Hmmmm… kenalin, Ari teman SMP aku”. Saya memecah keheningan sesaat dengan mengenalkan seorang teman yang memang saat itu juga ingin mencoba peruntungan untuk mengikuti SPMB lagi, Ari memintaku menemaninya agar bisa lebih memudahkan dia mencari letak gedung-gedung yang harus dia datangi selama proses pendaftaran berlangsung. Kulihat ada sorot aneh dari tatapan matanya, lagi-lagi saya tidak ingin menebak isi kepala dia dengan adanya saya bersama seorang teman laki-laki.

Tak ada pembicaraan panjang diantara kami, saya langsung pamit dan meninggalkannya yang masih mematung di posisi awal dia menyapaku. Berlalu seperti hembusan angin yang menyeruakkan aroma pepohonan rindang di sekitar kampus. Sempat terlintas dalam benakku tuk menoleh namun egoku sudah menguasai. Dia selalu begitu, dia tak pernah menahanku dan tak pernah mengungkapkan isi hatinya. Padahal saya sangat yakin dengan sorot mata itu, mata yang selalu memandangku dengan penuh arti. Sejak dulu, sampe sekarang. Tatapan itu masih sama. Kembali kutata hatiku, kuingatkan diriku dan kucoba tuk memberikan pengertian pada hatiku. Tak pernah ada hubungan khusus diantara kami. Tak pernah ada kata cinta yang terucap. Mungkin pernah ada rasa untuk dia, mungkin dia pernah mengambil sedikit tempat dihatiku… Tapi bukankah semua itu sudah berlalu? Ini hanyalah perasaan sesaat, ini bukanlah perasaan cinta. Dari dulu, sekarang dan untuk selamanya.

Kujalani hari-hariku di kampus seperti umumnya mahasiswa yang lain. Saya sangat bersyukur bisa berkuliah di UNHAS. Kutemukan banyak hal indah di sana, persahabatan, ilmu, pengalaman hidup dan banyak lagi. Dan yang paling berkesan bahwa saya adalah seorang Aktivis Dakwah Kampus. Setiap waktu yang kupunya kuhabiskan dengan kuliah dan agenda-agenda Dakwah yang saya emban. Tak pernah lagi saya biarkan hati dan fikiranku terpaut pada satu makhluk yang bernama laki-laki. Setiap hatiku mulai mengagumi, kubiarkan ia bertumbuh dalam perasaan simpati. Hanya sebatas itu, tak boleh lebih. Sampai kini, satu tempat di hatiku masih kubiarkan kosong untuk satu nama. Tempat itu hanya akan diisi oleh orang yang mengucap Ijab Kabul di hadapan para penduduk langit dan bumi untukku. Siapapun dia, meskipun dia adalah orang sangat kuhindari atau dia adalah orang yang pernah kuharapkan.

Setelah menyelesaikan kuliah, saya putuskan tuk mengadu nasib di pulau Jawa. 3 tahun berada di perantauan membawaku kini kembali ke kampung halaman untuk menggenapkan separuh dari agamaku. Saya akan menikah dengan seorang yang Insya Allah Sholeh dan cerdas. Dia adalah teman sekolahku dulu, dokter lagi, imbuh Ibuku. Saya tidak pernah ingin tahu siapa nama dan asal usul laki-laki yang telah memintaku tuk menjadi istrinya pada kedua orangtuaku. Yang saya tahu saat itu, orang tuaku menerima pinangan tersebut.

 “Ekky”. Kembali suara itu memanggil namaku, membuyarkan semua memori yang sempat kuputar ulang. “Ray…” Satu kata itu terucap dari bibirku, dengan nada kaget sambil menunjuk ke arahnya...

(Terinspirasi dari pengalaman pribadi, tapi namanya jg cerpen.. tetap ada unsur fiktifnya. hehehe).

This is my first Cerpen!!!
^_^



9 Jan 2011

Jilbab Pertamaku...

“Lebih baik duniaku kebalik daripada harus pake Jilbab”. Perkataan yang seharusnya tidak perlu keluar dari mulutku. Kala itu saya baru resmi mengenakan pakaian putih abu-abu. Di sebuah perjalanan pulang dari kursus bahasa Inggris dengan menggunakan motor bututku. Tepat di depan sebuah Gereja saya mengucapkannya, saksinya adalah teman karibku yang seorang Kristen taat. Entah apa yang difikirkan temanku  saat itu. Kata-kata tersebut mengalir cepat dan penuh rasa sombong. Seingatku, perkataan itu keluar sebagai akumulasi kejengkelan atau rasa kecewa saya terhadap kebanyakan orang yang memakai Jilbab tapi kelakuannya jauh dari yang seharusnya. Tapi alasan yang paling pas adalah bahwa diriku memang awam terhadap pengetahuan agama. Meskipun saya tahu bahwa hukum mengenakan Jilbab adalah wajib, tapi tetap saja pemahamanku tentang hal yang wajib dalam agama itu hanya sebatas pada apa-apa yang disebutkan dalam Rukun Islam. Itupun dengan pemahaman ala diriku sendiri atau guru agamaku. Semoga Allah berkenan memaafkan perkataanku saat itu… Amin.

Dibesarkan dalam didikan 1 orang Bapak dan 1 orang Ibu yang mempunyai karakter 1800 berbeda satu sama lain. Sebagian besar waktu di luar sekolah saya habiskan di rumah. Resiko punya ortu yang over protectif, dari ujung kaki hingga ujung rambut sudah diatur sama Ibu. Begitupun dengan pilihan sekolah. Orang tuaku cukup resistance terhadap gerakan keagamaan, tentu saja kami tidak akan pernah diijinkan sekolah di Pesantren atau apapun pendidikan formal yang berbau agama. Tapi bukan berarti kami anak-anaknya tidak mempunyai kewajiban tuk belajar agama. Yang mengajarkan saya ngaji, sholat dan membaca adalah Ibu. Bacaan-bacaan sholat sudah saya hafal dari kelas 1 SD, untuk anak-anak seusiaku di kampungku di waktu itu merupakan hal yang luar biasa. Saya sudah bisa membaca sebelum sekolah, berhitung pun demikian. Semua ilmu itu saya dapatkan dari kedua orang tuaku. Boleh dibilang ketika masih SD saya tidak pernah tau apa yang saya butuhkan lagi selain dari apa yang sudah disediakan orang tuaku. Saya tidak banyak bergaul dengan tetangga atau dengan keluarga dekatku. Orang tuaku galak sih, mana ada yang berani gangguin anak Ibuku. Hehehe.. Dengan terkenalnya Ibuku yang galak sampe seantero kampung, gak ada yang berani dekatin kami. Kecuali dia mau cari mati di tangan Ibuku. Serem kali yah? Alhamdulillah, saya bisa terbebas dari kata, tetanggaku idolaku atau seperti teman-teman sebayaku yang kebanyakan pacaran sama saudara sepupu atau sama tetangga kampung.

Hingga di akhir CAWU 3 saat kelas 1 SMU, saya mengenal seorang Mahasiswa yang kebetulan aktivis HMI. Kami sempat diskusi beberapa kali tentang agama Islam pastinya. Dia bayak memberi saya pertanyaan yang saya tidak bisa menjawabnya. Pertanyaan standar, bagi yang sering bersinggungan dengan aktivis HMI mungkin sudah bisa menebak seputar jalannya diskusi ini. Dari jaman bahoela sampe sekarang selalu tentang konsep Ketuhanan. Saya bingung dengan segala pertanyaanya, dan di sinilah titik balik bagi saya untuk memulai proses pencarian. Awalnya saya diskusi dengan Bapak saya, lumayan cukup mendapat pencerahan tapi banyak hal yang susah saya fahami. Bapak seorang ahli tarekat, bapak termasuk orang yang gila baca. Dia  banyak mengkonsumsi buku-buku H. Bey Arifin dan Imam Al-Ghazali. Dan pastinya dia mempunyai Al-Qur’an terjemahan yang saat ini kulihat semakin lusuh karena keseringan dibaca.  Bapak belajar tarekat secara otodidak, dia tidak berguru kepada siapapun atau mempunyai kelompok tarekat seperti keluarga kami yang lain. Tapi dari hasil survey-ku, banyak yang memuji pengetahuan yang dimiliki bapakku tentang ilmu tarekat. Hmmm.. Wallahu’alam.

Di sekolah pun saya juga banyak diskusi sama guru-guru. Saya mulai membaca buku-buku Bapakku yang sebagian besar isinya tidak bisa dicerna otakku. Alhamdulillah, Ibu punya adek ipar yang mempunyai adik seorang akhwat (waktu itu saya belum tau istilah akhwat, ikhwan, dakwah fardiyah apalagi yang namanya aktivis dakwah). Tanteku ini berjilbab panjang, awalnya saya aneh dan kadang tidak PeDe klo mesti nganterin dia kemana-mana. Bisa hancur reputasiku sebagai preman kampung klo teman-temanku melihatku berjalan dengan Buk ustadzah.. Dia sempat tinggal di rumah beberapa bulan karena waktu itu dia ngajar di sebuah SD di kampungku. Hampir tiap malam kami lewati dengan diskusi ringan, dan tak lupa dia sering mensupply majalah An-Nida dan El-Fatah untuku. Beberapa teman SMPku dulu juga sudah jadi ADS (Aktivis Dakwah Sekolah), kami berlainan SMA tapi mereka juga sering mensupply majalah untukku. Pimpinan Yayasan tempatku kursus Bahasa Inggris tak kalah gencarnya, setiap hari jum’at kami diberi materi tentang Agama Islam selama 1 jam. Ganteng-ganteng bok yang ngasih materi, jadi bikin betah lihat mereka berdiri di depan kelas. Ini toh yang kemudian setelah di kampus di kenal dengan IKHWAN.

Tak pernah kusadari klo saya ini sudah lama jadi target fardiyah dari sekian banyak Aktivis Dakwah yang pernah kutemui selama usia sekolah. Yang ada dalam fikiranku adalah bahwa mereka memang seharusnya berada di waktu itu dan saya memang ditakdirkan mengenal beberapa orang baik dalam setiap waktu yang kulalui. Alhamdulillah, sejak diskusi dengan aktivis HMI tersebut saya sudah tidak pernah lagi meninggalkan sholat Fardhu. He..preman kok sholat? Gak mungkin, lagi-lagi saya sering sholat secara sembunyi-sembunyi. Demi…menjaga nama baik.
Seiring berjalannya waktu muncul dalam hati niat tuk berjilbab. Lama kelamaan perasaan itu semakin kuat dan sulit tuk kubendung. Meskipun alasannya belum murni karena Allah, ada beberapa alasan lain yang semakin memompa semangatku. Saya merasa tertantang, klo yang gak baik saja saya PeDe melakukannya mengapa saya tidak bisa melakukannya untuk hal yang baik-baik. Itu alasan pertama, yang kedua, saya selalu berfikir. Bila saya berada di posisi mereka yang berjilbab, apakah saya juga akan sama dengan mereka atau saya bisa lebih baik dari mereka atau malah lebih buruk lagi??? Tapi… tidak mungkin, saya tidak mungkin mengenakan Jilbab. Saya pasti ditertawakan oleh teman-temanku. Lalu bagaimana dengan sumpah yang sudah pernah kuucapkan, rasanya pantang tuk menjilat air ludah yang sudah pernah kubuang. Akhirnya niat itu kuurungkan, dengan penuh keyakinan kujanjikan pada diriku, kuliah nanti saya akan berjilbab. Insya Allah.. Saya sangat sadar bahwa saya butuh lingkungan baru dimana tidak ada yang tahu bagaimana saya yang sebelumnya untuk mewujudkan impianku, berhijab.

Alhamdulillah, saya dinyatakan lulus di sebuah Universitas terbesar dan tervaforit di Indonesia Bagian Tengah dan Timur, Universitas Hasanuddin melalui jalur JPPB. Di Unhas, saya keterima masuk Fakultas Teknik program studi Teknik Kelautan. Sebuah jurusan yang tidak pernah hadir dalam lintasan cita-citaku. Mimpi pun tidak, apalagi menjadi cita-cita. Dari kecil hingga SMA yang ada dalam fikiranku jadi Pengacara, Dokter atau Guru yang pada akhir SMA saya kehilangan arah. Semua cita-cita itu tak lagi kuinginkan. Akhirnya kupilih Teknik Kelautan, jangan Tanya kenapa, saya pun tidak tahu. Ketika dinyatakan lulus, sempat ingin mundur dan mencari jurusan yang kira-kira saya merasa cocok. Tapi seorang Sahabatku berkata, “Kamu ambil saja, jangan mundur. Mungkin itu yang terbaik dari Allah buat kamu”. Setelah kufikir-fikir, bener juga kata temanku ini.

Dan berangkatlah saya menuju sebuah kota impian bagi setiap anak daerah sepertiku ke Makassar. Membawa sejuta mimpi untuk kuwujudkan. Tak mudah melalui bulan pertama sebagai anak rantau. Ini kali pertama saya pisah dari orang tua. Saya tinggal bersama kakak yang 1 tahun lebih dulu kuliah di Makassar, kakak saya kuliah di salah satu Universitas Swasta di kota ini. Kepergian saya merupakan hal yang sangat berat buat orang tua. Selain karena rasa sayangnya, mereka menghawatirkan saya, bagaimana saya bisa hidup jadi anak kost. Mengingat dari 4 bersaudara yang semuanya perempuan, saya yang paling tomboy, paling nakal, paling tidak bisa ngurus diri sendiri, paling malas, paling menjengkelkan klo di rumah, paling cantik dan paling pintar…hehehe… Sontak kondisi rumah berubah 1800, tak ada lagi yang bisa membuat seisi rumah jengkel. Tak ada lagi yang harus membuat Ibuku nongkrong di teras sampai saya pulang ke rumah karena kelayapan kemana-mana. Tak ada lagi tukang kebun mereka, tak ada lagi tukang ojek mereka. Begitupun saya, 1 minggu kulalui dengan penuh kebahagian. Tak ada lagi suara Ibuku yang sering berkicau sepanjang waktu karena marah-marah. Saya mau ngapain bebas, gak ada yang bakal marahin scara Ibuku gak tau apa yang kulakukan. Seperti burung yang lepas dari sangkarnya saja. Tapi itu hanya sementara, lama-lama jadi kangen mendengar suara Ibuku yang suka ngomel-ngomel. Kangen juga mendapatkan cubitan di paha dan pukulan dengan menggunakan kayu atau mendapat lemparan barang yang ada di tangan Ibuku ketika marah terhadapku. Hiksss… Untungnya gak ada yang laporin Ibuku ke Komnasham, bisa dikenakan hukum berlipat-lipat nih. Meskipun disiksa kaya’ anak tiri, tapi saya tetap tidak bisa menahan rindu. 3 bulan pertama kulalui dengan 2 minggu sekali menempuh perjalanan 8 jam demi melihat wajah orang tuaku. Seiring berjalannya waktu, Banyaknya tugas kuliah membuatku hanya bisa sekali pulang dalam 1 bulan.

Pendaftaran ulang Mahasiswa Baru untuk JPPB pun dibuka. Kembali kuingat niatku yang dulu sempat mengambang. Pernah suatu hari sebelum tamat SMA saya mengajukan niatku ke Ibuku untuk mengenakan Jilbab. Jawabannya, tidak boleh. Alasan orang tuaku cukup kuat. Dia takut saya hanya akan menodai Jilbab itu sendiri. Ibuku tidak menyukai mereka yang berjilbab hanya karena takut panas atau hanya ingin dibilang agamanya bagus.  Klo mau berjilbab, harus benar-benar karena Allah. Lagi-lagi saya salut sama orang tuaku. Ibuku, meskipun sholatnya suka bolong-bolong tapi tidak pernah lupa mengingatkan anaknya untuk memelihara sholatnya, klo ga sholat pasti dapat hadiah pukulan. Bapakku juga sama, sholat tetap bolong-bolong meskipun pengetahuan agamanya luas aplikasinya tak ada. Tapi hanya untuk urusan sholat aja mereka kurang, selebihnya..Subhanallah. Mereka adalah orang terhebat yang pernah kutemui di dunia ini. Dan Alhamdulillah, belakangan saya tahu bahwa mereka sudah tidak pernah lagi meninggalkan 1 waktu pun sholatnya. Bahkan saya selalu iri, hampir tiap malam mereka bangun sholat lail sementara saya sekali saja dalam seminggu itu sudah hebat.

Bingung, saya sama sekali tidak memiliki baju berlengan panjang. Jilbab pun tak ada. Beruntung saya sempat curi-curi jilbab Ibuku 2 potong yang kubawa ke Makassar. Kakakku tidak berjilbab, jadi sulit tuk mendapatkan pakaian tertutup. Tapi, ketika niat itu sudah memenuhi kalbu. Maka tak ada yang sulit. Saya melihat beberapa baju kemeja kakak yang berlengan panjang, Alhamdulillah.. Akhirnya dengan ucapan Basmalah, kumulai mengenakan Jilbab. Jilbab berwarna hijau muda, baju kemeja berwarna putih dan celana jeans biru. 5 Agusus 2003, Itulah jilbab pertamaku. Allohu Akbar!!!

Rasa haru menggelayuti hatiku, menitikkan beberapa bulir air mata dan sesungging senyum kuberikan khusus untuk jiwaku. Matahari pagi bersinar dengan cerahnya seakan ingin menunjukkan wajah-wajah cerahnya menemani keceriaan hariku. Kususuri perjalanan dengan langkah bahagia, akan kujemput takdirku dan akan kujemput Hidayah-Nya di kampus Merah Hitam, Teknik Unhas.

8 Jan 2011

Oleh-oleh Buah Fikiran dari Malaysia…


Yeah…Malaysia Again!
Alhamdulillah, suatu kesyukuran yang teramat dari hatiku yg senantiasa kuucapkan kepada Sang Penggenggam hidup untuk setiap nikmat nafas, rejeki dan nikmat tak terbatas-Nya yg lain. Tak sabar menggambarkan perasaan hati di atas lembaran putih ini, menumpahkan setiap kata yang muncul difikiran akan apa yang mata ini saksikan selama perjalanan ke Malaysia beberapa waktu yang lalu.

FINAL AFF ZUZUKI CUP 2010 Leg I di Bukit Jalil merobohkan pertahananku untuk tidak melakukan perjalanan jauh diakhir tahun ini. Sungguh sangat menarik hati, seperti magnet yang terus menerus menarik otakku untuk berkompromi dengan fikiran dan hati untuk mau menjadi salah satu dari 15.000 kuota penonton untuk Indonesia. Sebenarnya kondisi financial saat itu tidak memungkinkan, namun karena keinginan yg amat kuat akhirnya kuputuskan melakukan deal-dealan dengan Kak Vina (seorang seniorku di kampus dulu dan sekarang masih aerumah). 400RM + 20SGD, Alhamdulillah sudah di tangan. Jumlah kami 7 orang yang berangkat ke Bukit Jalil. 

Dari rumah menuju Batam Centre Terminal Ferry, sebelumnya saya sudah booking tiket Batam – Johor 2 way untuk 7 orang jadi pas nyampe di Terminal Ferry tinggal nunjukin Passport. 1 Tiket = Rp. 370.000,- dan klo dalam mata uang Malaysia ternyata lebih mahal, RM140 (Rp. 406.000,-). Pelajaran pertama; Pastikan perbandingan harga dalam Rupiah dengan mata uang Daerah tujuan biar bisa dapat harga yang lebih murah. 

Setelah tiket di tangan, kami langsung menuju tempat pemberangkatan dengan menunjukan Tiket, Passport dan NPWP. Di bagian Imigrasi jg menunjukkan hal yang sama. Tapi klo mau lebih aman, sebaiknya Foto Copy KTP, NPWP dan bagian Lembar depan dan belakang Passport-nya biar lebih gampang klo nantinya dapat petugas Imigrasi yang agak cerewet. Ferry pun berangkat sekitar pukul 05.45 PM (Last Ferry), tiba di Johor ± pukul 08.00 PM (Waktu Johor), sejam aja dari Batam jadi ga begitu kerasa dah nyampe di Terminal Ferry Stulang Laut - Johor. 

Sedikit ada konflik waktu menaiki Ferry, salah seorang rombongan kami protes. “Kok Ferry-nya kecil? Sengaja yah pilih yang paling murah? Lain kali klo mau booking Ferry, ambil yang paling mahal aja…”. Diriku hanya tersenyum dan bilang klo aku dapat nomor agen Ferry ini dari Recepsionist kantor. Dia memang ngasih 3 nomor telepon, dan ketika saya nelpon agen pertama katanya saya boleh booking, yaa saya OK-kan saja. SELESAI! (Tapi dalam hati: Dughhh Mbak, coba ada sampan, trus gratis saya pasti pilih naek sampan tersebut… Hehehe)

Begadang di Johor
Kami langsung menuju Imigrasi di Terminal tersebut, prosesnya sama saja dengan Imigrasi di Batam. Setelah kami dari Imigrasi, kami jadi pada bingung… Selanjutnya kemana? Hehehe… Sumpah, saya tak tau prend. Kok Imigrasinya beda yah waktu saya dari Singapore dulu? (ya iyalah, satu lewat darat ke Johor dan sekarang pake Ferry.. Satu terminal Bus yang satunya lagi terminal Ferry. Garuk2 kepala..). Tapi sebelumnya bukan berarti ga ada konflik loh… Pas nyampe di Terminal Johor, waktu itu kan Ferry-nya sandar di dermaga. Nah, teman2 nanya ke saya. “Ki, ini dah nyampe Johor belum?”. “Aku ga tau mbak, aku kan baru pertama ini juga naek Ferry ke sini”. “Ini baru sejam perjalanan, tapi kata kamu 2 jam”. “Iya, tapi aku juga ga tau berapa lama pastinya, soalnya Mbak Dian (teman kantor yang biasa ke Johor dengan Ferry) bilang klo brangkatnya jam 6 sore nanti nyampe di sana jam 8”. Dan memang benar, di Johor sudah jam 8. Lebih cepat sejam dari waktu Batam. Jadi klo diitung2 tetap aja 2 jam kan??? Hehehe… (Kembali hanya hati yang berbicara, so what? Yang penting kan kita udah nyampe, masalah 1 jam ato 2 jam… kok mesti repot???... Astaghfirullah…)

Kami keluar dari Terminal Ferry setelah bertanya sama seorang pegawai di sana. Katanya, ambil taksinya di luar area Terminal aja soalnya klo ambil yang di dalam terminal kenanya bisa mahal (sama saja di Indonesia) dan pastikan ARGOnya ON. Biaya taxi antara 10RM-15RM ke Terminal Larkin. Kami berjalan sesuai Instruksi pegawai tadi, keluar dari gedung, belok kanan, lurus, kanan lagi sampe dapat simpang (perempatan). Intinya klo dah Nampak THE ZON, silahkan cari taxi menuju Terminal Larkin.

Sampe di Terminal Larkin kami langsung membeli kartu perdana sebanyak 2 buah, ini untuk mempermudah komunikasi kami nantinya dan kalo2 kami pisah jadi kita pada tau bisa hubungi ke nomor mana. Setelah itu kami hunting ticket Bus ke Kuala Lumpur. Apes-nya harga tiket pada mahal, rangenya dari 45RM - 60RM. Beda dari biasanya, Cuman 29RM – 32RM. Kenapa??? Karena hari libur (NATAL). Pelajaran kedua; Sebelum ke kampong orang lain, cari dulu info hari raya ato hari libur Negara tersebut. Soalnya klo bertepatan dengan hari libur, semua harga pada naik.

Bukan berarti tak ada masalah di sini. Kembali lagi saya mesti berdebat dengan beberapa orang dari rombongan kami. Masalah sepele sih, mengenai criteria Bus yang akan digunakan. “Cari yang paling aman”, kata seorang dari mereka. Saya sih cari yang paling murah. Hehehe.. Setelah survey, kita berembuk yang akhirnya diputuskan mengambil yg harganya 50RM. Plus, setelah sampe di Johor kita akan mencari penginapan. (WHAT???). Planning awalnya kita hanya akan nginap di Masjid, jd ga ada budget buat penginapan tapi akhirnya forum memutuskan untuk menyewa penginapan. (lagi lagi hati berkata, mbak..mbak, klo ada mobil truk yg bisa ditumpangi sampe ke KL n mandinya ntar di mall aja, gua tetap rela… Tapi, yah..menghargai keputusan forum. IKUT). Pelajaran ketiga: Sebelum melakukan perjalanan, samakan persepsi antar anggota rombongan. Mau model perjalanan yang kaya’ mana? Mau Backpackeran atau mau tour? Klo mau tour, sepertinya lebih enak klo ambil salah satu agen Travel.. he..

Jangan percaya sama orang India, 50% mereka adalah penipu. Supir taxi mengingatkan kami akan hal ini. Dia warga Malaysia keturunan China. Sebenarnya tak ada niat untuk menggeneralisir, tapi kenyatannya memang selalu begitu. Jadi teringat pengalaman pertama ke Kuala Lumpur. Kami harus merogoh kantong dalam-dalam untuk membayar taxi menuju Bandara khusus Air Asia, 326 RM bok… Sejuta klo dirupiahkan.. Masya Allah.. Belum kering air mata ini karena orang India (bukan karena nonton Film Bolywood yah), kami mesti begadang sampe jam 3 waktu setempat karena Bus yang akan kami pakai ke KL belum nyampe di terminal. Katanya sejam lagi, abis itu 30 menit lagi dan 15 menit lagi.. Huuuuhhh..dasar orang India. Jadi ingat rekan kerja yang juga orang India di kantor, Ok.. After Lunch, sorry tomorrow.. eh tungguin, beberapa hari berikutnya baru nongol, itupun klo sudah habis di-Fuck-in sm si Bos.

KBRI
Jam 7 pagi tapi matahari belum muncul, tiba di Bukit Jalil Terminal Bus (terminal ini hanya sementara berhubung terminal di Pudu Raya sedang direnovasi). Kami sholat subuh dan foto2 di luar Gedung Olahraga Bukit Jalil, kebetulan terminalnya dekat dari gedung olahraga jadi tinggal nyebrang aja. Beberapa tenda dagangan suvenir2 sepakbola dah buka ketika kami jalan-jalan di sekitar gedung tersebut. Setelah bertanya ke beberapa orang dimana tempat pembelian Tiket untuk Supporter Indonesia akhirnya kami mendapat kepastian bahwa membelinya hanya bisa di KBRI. Di Bukit Jalil ini jg ada stasiun kereta LRT, kami beli tiket LRT ke Stasiun Tun Razak, hanya 1RM. Sampe di Tun Razak, kami naik Taksi ke KBRI, 5RM. Di KBRI kami langsung beli Tiket, gak pake antri kok dan Tiket-nya masih banyak. Kami masuk TV loh… Global TV mewawancarai kami di sana dan dengan semangatnya kami menyanyikan lagu GARUDA DI DADAKU.

Kami mencari penginapan dan Alhamdulillah dapat, tepatnya di Jalan Imbi, dekat Pasar Raya dan Time Square. Hotel FUJISAN. 78RM (untuk 2 orang). Kami 3 orang perempuan jd bayarnya 90RM. Akhirnya ketemu tempat tidur juga, dan yang paling penting bisa terbebas dari beban ransel yang seakan mematahkan seluruh persendian dan tulang belakangku. Kami istirahat beberapa jam sambil siap-siap berangkat ke Genting Highland.

Jam 3 sore waktu Kuala Lumpur, matahari begitu menyengatnya. Sempat diserang rasa malas tuk beranjak karena kecapean, panas dan keuangan yang mulai menipis. Tapi setelah dihitung-hitung, Insya Allah cukup dan lagian bisa dapat pinjaman dari teman yang membawa duit lebih. Dan berangkatlah kami dengan penuh antusias. Bus yang menuju genting ada di Terminal Pasar Raya, jadi kami hanya butuh berjalan sekitar 150 meter dr hotel. Klo ga salah ingat, untuk Bus = 4,6RM dan untuk Skyway (naik kereta gantung) = 5RM.

Sepanjang perjalanan tak ada hentinya saya berdecak kagum. Tak sedetikpun kubiarkan diriku lalai dari perjalanan ini. Sungguh pemandangan yang sangat memanjakan mata. Di dalam kota, hampir tak ditemui rumah-rumah penduduk. Semua adalah gedung-gedung tinggi tersusun rapih, berdiri tegak seakan membisikkan kata dengan angkuhnya, “Bandingkan dengan Jakarta yang kalian banggakan”. Meskipun sy belum pernah ke Jakarta, tapi kondisinya sudah terbayang di mata dengan kesemrawutannya yang menyesakkan. Andai Pemerintah membangun Apartemen murah untuk masyarakat menengah ke bawah, betapa banyak masalah Jakarta yang bisa diatasi dengan system ini. Andai semua orang kaya tidak perlu mengambil banyak lahan tuk membangun Istananya di Jakarta, berapa banyak jiwa yang tidak perlu menggelandang bersesakkan di bawah jembatan. 

Perlahan meninggalkan kemegahan kota Kuala Lumpur memasuki daerah menuju Genting. Subhanallah, hutan-hutan yang indah terawat. Tiada tanda cacat sedikitpun, bahkan ranting yang patahpun seakan tak dibiarkan terjadi di hutan ini. Mataku lepas memandang hijaunya dunia, fikiranku kembali lagi ke Tanah Tumpahnya Darahku, Indonesia. Bagaimana dengan hutan-hutan yang ada di Bumi Pertiwiku? Setiap saat hutan-hutan kita digerogoti oleh tangan-tangan nakal anak negeri ini. Mereka rela menggadaikan hutan-hutannya demi memenuhi kepuasan perutnya. Dan penguasa negeri ini pun seakan tak peduli dengan kondisi tersebut, uang selalu menutup mata orang-orang yang memiliki hati yang miskin.

Wellcome to Genting Highland
Harus kuakui kawan, Malaysia bukannya selangkah lebih maju dari kita tapi Malaysia telah maju bebetapa langkah di depan kita. Mungkin saja sudah sangat jauh meninggalkan kita. Tapi saya tidak berkecil hati kok sebagai WNI, saya tetap bangga dengan Indonesiaku. (ya iyalah, emang ada Negara lain yang mau menerima saya jadi warganya, hehehe). Lagi-lagi saya mengutuk dalam hati pejabat-pejabat negeri ini yang telah membuat terjadinya kemiskinan dan kerusakan moral di setiap ruang Negeriku.. uhhhggghhh. Kembali lagi tentang pemanjaan mata, jalanannya bagus dan teratur dengan 2 jalur jadi tingkat kecelakaan bisa diminimalkan, fikirku.

Tak terasa kami sudah sampai di Genting, kira-kira 1 jam perjalanan… Eh lupa, kami nambah personel. Di Johor kami bertemu dengan sebuah keluarga yang terdiri dari Pasangan suami istri dengan 3 orang anak laki-lakinya yang bening-bening. Hehe… Ini perjalanan pertama mereka ke Malaysia. Mereka cuma pengen look around saja, beda sama kami yang memang niatnya mo nonton bola. Di Genting kami tibanya sudah agak sore, sebelumnya pastikan bahwa kita membeli terlebih dahulu tiket balik ke KL klo ga mau sampe nginap di sini. Rupanya kami kehabisan tiket, tapi katanya kami bisa membelinya di atas (atas mana??? Baca aja terus)..

SKYWAY!!! Entah di lantai 3 atau 4, lupa… Di  sini antriannya  panjang untuk menikmati permainan kereta gantung. Selama antri, mataku terus berwisata dari satu wajah ke wajah lainnya. Banyak banget orang-orang berwajah aneh di sini, itu menandakan bahwa yang berwisata ke sini datangnya dari berbagai Negara. Tapi banyak juga orang Indonesia, kami saja ada 12 orang. Belum lagi yang lain… Dan tibalah saatnya giliran kami menjadi penumpang angkutan ini. Bentuk keretanya sih udah kebayang di pelupuk mata, pasti kaya’ yang di film-film dan memang begitu adanya. Maksimal 8 orang saja untuk 1 kereta. Saya ikut dengan rombongan keluarga baru kami dan 2 orang lainnya adalah orang asing, klo liat tampangnya mereka adalah orang China. Allahu Akbar!!! Adrenalinku terasa meningkat, jantungku berdegup kencang. Rasanya sama ketika pertama kali saya naik pesawat. Hmmm.. Lagi-lagi kudapatkan moment dimana kurasakan keimananku meningkat. Entah perasaan takut atau perasaan apa, kecampur aduk dalam otakku. Terus menyebut Asma-Nya dalam hati dan menghadirkan wajah kedua orang tuaku. Ahh.. Kiki..Kiki…Kamu selalu begitu, baru ingat ortu klo sedang dalam kesulitan. Apalagi klo lagi gak punya duit, huuuuhhh… Pasti cepat banget tuh nelponnya ke kampong. Hehehe.. Emak, Pak.. Maafin anakmu yang manis ini…

Subhanallah!!! Sebagai anak teknik, pastinya ini membuat saya sedikit bertanya dalam hati dengan konstruksinya. Bagaimana dengan perhitungan kekuatan struktur tiap tiangnya, penentuan jarak antar tiang, jenis pondasi yang digunakan, kekuatan tali dan system kerja kereta ini. Sejauh pengamatan saya, kereta ini dijepitkan ke Tali. Talinya saja yang bergerak, keretanya fix di posisinya. Di setiap tiang ada katrol, mungkin teman dari teknik mesin bisa menjelaskan fungsi katrol tersebut. Sesekali keretanya berhenti, gak tau apa maksudnya. Apa untuk semakin memompa adrenalin para wisatawan atau memang ini adalah bagian dari prosedur safetynya. Bagi yang takut ketinggian, hmmm… senang klo bisa melihat wajah paniknya. Hehe.. Menyentuh dinginnya kabut, menikmati hamparan pepohonan hijau membuatku melupakan utang-utangku… Dan pastinya moment ini tidak sah rasanya jika tak mengabadikannya dalam gambar-gambar yang akan kuceritakan ke anak cucuku kelak. Klo ada umur panjang…

Saya lupa berapa jumlah tiangnya, mungkin lebih dari 20 tiang. Sampailah kami di sebuah gedung megah, gedung yang sebelumnya kami lihat di bawah ketika dalam perjalanan ke Genting. Sempat terbesit pertanyaan dalam hati, mungkinkah kami bisa menjejakkan kaki pada sebuah banguanan yang diselimuti kabut di atas puncak gunung itu??? Dreams come true… Rupanya inilah tujuan Skyway mendarat. Alhamdulillah, kaki telah menapaki bumi lagi. Selamat..selamat…

Seperti yang saya ceritakan sebelumnya bahwa kami kehabisan tiket Bus ke KL jadi belinya di atas saja, dan yang dimaksud adalah tempat dimana kami menjejakkan kaki sekarang. Segera setelah sampe, sebagian langsung mencari loket tempat pembelian tiket Bus. Susah juga, tempatnya jauh dan sudah full booking. Loketnya bakal buka lagi jam 9 malam, dan its mean that kami akan sampe malam di sini. Ngeribas deh.. Jalan-jalan lagi mengitari mall sampe capek, lambung kembali memberi tanda untuk segera diisi. Kembali KFC menjadi pilihan.. Bosaaaannnnnnnnnnnn…

Di Genting ini terdapat Arena Permainan baik outdoor maupun indoor, Dufan-nya Jakarta lah. Tapi di sini lebih lengkap, jenis permainannya juga sangat variatif dan pastinya sangat menantang. Yah, cukup dilihat saja. Saya tidak berani mencoba, lagian waktu juga semakin mepet. Kelamaan di KFC sih, makanya gak sempat maen. Ada sih permainan yang mudah.. CASINO, he.. Di sini perjudian legal buat warga asing. Ada yang bilang klo inilah Las Vegasnya Malaysia. Tapi, maaf saja untuk pribumi..Ga boleh. Pintar juga nih pemerintah Malaysia, meskipun Negara monarki tapi mereka tau apa yang baik untuk warganya dan mana yang tidak baik buat warganya. Lagi-lagi kuacungi jempol deh..

Setelah makan kami langsung menuju tempat loket pembelian tiket Bus ke KL, di sepanjang perjalanan ke terminal Bus kami selalu menyempatkan tuk berfoto ria. Pokoknya berfoto sampe kameranya bosan melihat wajah-wajah cantik dan ganteng poetra-poetri kebanggaan Indonesia ini..huahaha..Gubrak..

Semakin malam, udara semakin menggila dinginnya. Alhamdulillah, sebagai seorang akhwat dingin yang saya rasakan pastinya tidak sebanding dengan mereka yang berpakaian agak terbuka atau tipis. Dan saya berkaos kaki, jadi beruntunglah kita yang berpakaian tertutup. :D
Lagi-lagi tak kubiarkan mataku terpejam dalam perjalanan pulang ke Hotel. Menikmati pemandangan kota KL dari atas ketinggian di malam hari, kontur jalan yang menurun dan berkelok. Hmmm..perputaran 1800, menegangkan sekaligus menyenangkan. Yang terbayang adalah Toraja, yah..perjalanan dari Toraja ke Palopo. Tidak jauh berbeda ketegangan yang dihasilkan. Tapi di sini tingkat safetynya 70% lebih tinggi dari Toraja ke Palopo. Jalanan yang cukup luas, 1 jalur dan semuanya memakai pembatas. Andai Toraja bisa seperti ini.. Harapku…

Bus berhenti di terminal, kami langsung menuju stasiun kereta dan mengambil kereta menuju stasiun Imbi. Sebenarnya lebih dekat seandainya kami memilih turun di stasiun Bukit Bintang, tapi karena kami belum tau jalan, yah gini deh jadinya, tersesat.. Setelah jalan beberapa menit dan tak ada tanda-tanda kami menemukan hotel kami, akhirnya kami bertanya pada pedagang yang kami temui di jalan. Alhamdulillah, sebelum meninggalkan hotel saya sempatkan mengambil foto-foto bangunan di sekitar hotel. Kami tunjukkan foto tersebut dan mereka langsung menunjukkan jalan, mereka sangat ramah. Bahkan mereka memberi kami 100RM. Subhanallah.. 

PETRONAS
Bila ada yang menyebut kata Malaysia pasti yang muncul di alam fikiran adalah Menara kembarnya atau gedung petronas alias Twin Tower bin KLCC. Akhirnya, saya bisa berdiri tegak di bawah menara kebanggaan Malaysia dan pastinya saya sudah punya bukti autentik dalam bentuk foto bahwa saya pernah menjejakkan kaki di sini. Sayang, kami ke sana agak siangan. Selain kami tidak kebagian tiket tuk naik ke gedung petronas, Matahari juga sedang memposisikan dirinya di tengah menara tersebut. Jadi foto yang dihasilkan tidak terlalu bagus karena cahaya matahari. Tapi tak mengapa yang penting puas foto-fotonya. 

Oh yah.. di sini security-nya resek banget, foto-foto di sisi kolam air mancurnya dianggap Offside. Berdiri di atas sisi-sisi taman bunganya juga dianggap Offside. Tapi cuek aja, selama securitynya masih berada sekitar 50 meter dari posisi kita.. Tancap aja.. Tinggal klik, jadi deh foto-fotonya. Harus pintar-pintar cari angel yang pas buat ambil foto klo mau kedua gedungnya ikut berfoto dengan dirimu. Dan pastinya dibutuhkan fotografer yang handal, minimal yang amatiran kaya’ saya lah.. hehehe

Karena lapar dan waktu juga sudah menjelang sore kami mencari makanan di Mall sekitar KLCC. Mmmmm…Setelah berhari-hari dengan KFC, akhirnya kami menemukan aneka makanan Indonesia. Emang dasar lidah orang Indonesia, dimanapun pasti cari makanannya sendiri. Harga makanannya juga relative murah dan rasanya Indonesia banget.

Berjalan mengitari mall membuat saya menciptakan takdir tuk bertemu dengan seorang yang cukup terkenal di Negeri ini, bapak Menpora, Andi Mallarangeng. Tak lupa kami berfoto ria dengan beliau. Dunia ini memang tak bisa ditebak, saya harus jauh-jauh ke Malaysia untuk bisa bertemu secara langsung dengan beliau padahal sama-sama berasal dari Kota Makassar. Forget it, beliau juga manusia biasa dan rakyat Indonesia jadi euphoria bertemu beliau tidak begitu tinggi. Biasa-biasa saja, malah kembali mengingatkan saya pada pejabat-pejabat yang korup yang selalu bikin geregetan setiap kali mendengar kata “Pejabat”.


SENI BERBELANJA DI PASAR SENI
Bagi yang melakukan perjalanan jauh, entah ke suatu daerah atau ke Negara lain pastinya gak sah rasanya klo tidak belanja. Di pasar seni inilah salah satu tempat yang baik dan bener tuk hunting souvenir yang murah meriah. Dari KLCC cukup naik kereta saja, boleh juga dengan menggunakan Bus. Tapi klo belum tahu jalan sebaiknya menggunakan kereta. Naik taxi juga boleh bagi yang memiliki Ringgit yang berlimpah. Hehehe..
Malu bertanya, jalan terus sampe capek. Setelah bertanya ke beberapa orang di sekitar KLCC, akhirnya kami menemukan stasiun kereta menuju pasar seni. Sampai di stasiun pasar seni, kami berjalan sekitar 200 meter untuk sampai ke tempat tujuan.
Di sini kita bisa menemukan aneka souvenir khas Malaysia seperti gantungan kunci Twin Tower, Pin dan masih banyak lagi. Baju kaos untuk oleh-oleh juga banyak, mulai dari harga termurah sampe yang saya mikir tuk membelinya. Dari yang kualitas tinggi dan berkualitas rendah. Batik juga banyak di sini.

Yah..silahkan dinikmati perbelanjaannya. Jangan coba-coba beli Ringgit dengan menggunakan Rupiah di sini. Mahal tau, lebih baik pake Dollar kalo punya soalnya lebih murah bahkan lebih murah lagi dibandingkan  ketika menukarkan Rupiah ke Ringgit sewaktu masih di Indonesia.
Puas belanja, teman-teman maksudnya.. lagi-lagi saya hanya memuaskan mata tuk melihat-lihat. Belanja sih, tapi cuman dikit. Hehe.. kami kembali ke stasiun kereta untuk segera ke Bukit Jalil. Saatnya berpisah dengan keluarga baru kami selama beberapa hari di Malaysia. Will miss u all..

Dalam perjalanan ke Bukit Jalil, kami sempat singgah di stasiun Masjid Jamek untuk melakukan transfer kereta. Sayang hanya transit, padahal besar keinginan hati untuk mengunjungi Masjid Tertua di kota KL tersebut. Waktu semakin senja, di atas kereta yang sesak dengan pendukung Indonesia dan Malaysia berbaur dalam satu Train. Atmosfir kompetisi mulai terasa mengusik jiwa nasionalisme. Cieilehhh..

AROMA POLITIK DI BUKIT JALIL
Hiruk pikuk dan suara terompet membahana di seluruh penjuru Bukit Jalil. Ada rasa takut bercampur haru di dalam hati. Takut bukan karena merasa akan mendapatkan perlakuan buruk dari supporter Malaysia, tapi takut menjadi saksi kekalahan Indonesia untuk kali pertama di musim ini. Terharu karena bangga dengan pencapaian diri, sejauh ini melangkah untuk memberikan sedikit penambah volume teriakan kata INDONESIA di lautan penduduk Malaysia.

Kami istirahat sejenak di Masjid Bukit Jalil yang letaknya di sekitar Stadion Olahraga. 1 lagi yang membuat saya senang dengan Negeri Jiran ini, ruang sholat dan tempat mengambil air wudhu laki-laki dan perempuan dipisah pada tempat-tempat umum. Entah itu di Mall, di Bandara atau di Terminal Bus. Jadi gak ada kekhawatiran bakal kelihatan auratnya oleh lawan jenis.

Rasa lelah membuat saya tidak amanah. Seorang teman di Batam menitipkan barang untuk seorang temannya yang juga akan nonton bola di Bukit Jalil. Saya sudah menelponnya berkali-kali, menunggunya selama berjam-jam tapi dia tak muncul-muncul juga. Tanpa fikir panjang saya meletakkan barang tersebut di dalam Masjid dan kemudian ngirim sms ke dia untuk memberitahukan posisi titipannya. Dia tidak ingin berpisah dari teman-temannya, begitupun saya. Pelajaran keempat; jika ingin melakukan perjalanan jauh, hindari membawa titipan jika anda tidak ingin susah. Kabar terakhir yang saya dengar, katanya barang tersebut tidak hilang. Alhamdulillah..

Kejenuhan  menunggu semakin memuncak. Kami masih menuggu kedatangan 3 orang teman dari Batam yang tiketnya saya pegang. Mereka kejebak macet di jalan. Teman-teman sudah tak sabar lagi memasuki stadion. Tapi mau diapa lagi, kami harus tetap menunggu. Sekilas bila melayangkan pandangan ke titik-titik berkumpulnya supporter Indonesia, kita akan menemukan banyak spanduk-spanduk yang beraroma Politik. Yang paling saya ingat adalah, “Say NO to Nurdin H, Say YES to TimNas”. Hmmm…

Kami meninggalkan masjid dan menuju area stadion, gemuruh suara supporter Indonesia maupun Malaysia semakin memompa Adrenalin. Tapi hanya bisa mendengarkan, kami masih harus menunggu. Sempat saya beradu urat saraf lagi menelan perasaan jengkel ke beberapa teman. Mereka sudah tidak tahan lagi untuk menunggu. Akhirnya saya memberi opsi untuk mereka semua boleh masuk stadion terlebih dahulu, saya akan menyusul dengan ke tiga teman yang akan datang. Diam lagi tak bergerak. Saya mengerti kegelisahan teman-teman dan kembali saya mengusulkan untuk kita menunggu di depan pintu masuk stadion saja dan semuanya setuju. Di pintu masuk stadion, Kiki Amalia istri Keeper Markus Haris Maulana lewat di hadapan kami dan masih banyak artis lainnya. But, who care??? Banyak lage yang mau foto-foto bareng mereka.. Saya selalu berdoa agar tidak pernah tergiur tuk berfoto dengan artis yang saya anggap lebih banyak memberi mudhorat daripada manfaat ke seluruh pemirsa Indonesia.

Tidak begitu lama menunggu akhirnya ke-3 teman sudah datang, Alhamdulillah. Dengan sigap kami langsung memasuki stadion dengan pemeriksaan tiket dan rasia botol air minum terlebih dahulu. Ini untuk mengurangi terjadinya saling lempar antar supporter.

Allohu Akbar! Baru kali ini saya berada dalam lautan manusia dengan gemuruh suara menggetarkan hati, sempat menitikkan air mata. Entah untuk apa air mata ini menetes, biarlah. Saya Bahagia. Tapi ada kondisi yang membuat saya malu sebagai anak negeri. Untuk apa spanduk-spanduk besar beberapa tokoh Politik Indonesia dipajang di sini??? Mau kampanye yah pak? Sama siapa, sama TKI yang kalian sia-siakan di negeri Jiran ini yah? Astaghfirullah… Sungguh sedikit rasa malu kalian..

Nonton secara live seperti ini mempunyai sisi positif dan negative. Positifnya, kita bisa merasakan secara langsung atmosfir dan euphoria para gibol. Cocok banget buat orang stress, lo bisa teriak sepuasnya. Tak akan ada yang memandangmu dengan tatapan aneh. Negativenya, pemainnya keliatan seperti semut. Apalagi yang punya penglihatan sudah agak rabun, uhhhh..bikin gak asyik. Andai saya tau sebelumnya, pasti saya akan membawa teropong. Ada masalah dalam lapangan kita juga gak tau. Misalnya nih, waktu si Abang Markus protes.. Saya bertanya-tanya, lo ini ada apa? Tak ada jawaban. Ada pelanggaran atau gol, yahhh..hanya bisa ikut teriak. Gak ada siaran ulang kaya’ di Tipi.. Tapi whatever-lah, yang jelasnya dengan pengalaman ini saya memutuskan untuk tidak lagi nonton bola secara Live klo bukan Tim kesayangan saya yang maen, Manchester United. Bravo MU!!!

GOLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLL!!! Indonesia kebobolan tepat di depan kami. Hikssss… Maju Indonesia, harapan itu masih ada. Gooooooooooooooooooool! Kebobolan lagi, semangat. Ciptakan keajaiban. GOOOOOOlllllllllll!!! Ayo pulang!!! Kecewa PenontonGGG!

Kami langsung meninggalkan Stadion Bukit Jalil segera setelah gol ketiga tercipta. Kami langsung membeli tiket Bus menuju Johor untuk segera kembali ke Batam. Lemas, lesu tak bergairah. Semangat yang berapi-api yang saya bawa ke Bukit Jalil sirna seketika. Mungkin ini teguran untuk kita semua, khususnya para pejabat Negeri ini akan kejahilannya menjadikan Bukit Jalil menjadi Bukit Jahil.

Ok, see u next time Kuala Lumpur. Insya Allah, saya akan kembali lagi ke sini untuk melanjutkan perjalanan-perjalanan panjang yang ingin kutempuh di sepanjang hidupku. Senang bisa berada di sini, meskipun kita sering bersinggungan karena masalah TKW dan batas Negara. Sejenak kita lupakan urusan pemerintah.. And Back to Batam!

Pelajaran kelima; sebagaimana dalam sebuah hadist rasulullah SAW bersabda, “Jika keluar tiga orang melakukan perjalanan harus mengangkat salah seorang sebagai pemimpin rombongan”. Kami lalai dikala itu, kami lupa untuk mengangkat satu diantara kami untuk menjadi kepala suku. Seandainya kami mengikuti sunnah Rasul tersebut, mungkin perasaan gondok dan saling tidak enakan bisa diminimalisir.
Nice trip, I enjoy the show. Alhamdulillah…

The End.

Batam, 7 January 2011.
Kuselesaikan tulisan ini sembari mendengarkan Film Naga Bonar dengan iringan lagu, “ dari yakinku teguh, hati ikhasku penuh……….”

5 Jan 2011

Percaya Pada Hati

Jangan pernah berharap, kamu menjadi orang lain. Jadilah dirimu sendiri, percayalah akan kekuatan yang kamu miliki bahwa kamu mampu. Jangan melemahkan dirimu dengan suggesti negatif dari lintasan-lintasan fikiranmu. Fikirkanlah akan kesuksesan orang lain dengan segala keterbatasan yang mereka miliki, tetapi mereka bisa. Lalu mengapa kamu harus merasa lemah? Jika hari ini kamu tak mampu meraih apa yang dicita-citakan, bukan berarti kamu tidak layak mendapatkannya, apalagi memberi perintah kepada hati untuk berhenti berjuang.
Terlalu dini tuk pensiun dari usaha hati, hari masih pagi untuk mengangkat bendera putih, menyerah. Ada banyak kesempatan, meskipun peluang datangnya kesempatan itu kadang-kadang tapi bukan berarti kesempatan itu tidak akan datang lagi. Dan bukankah kesempatan itu ada yang bisa kita ciptakan sendiri sebagaimana takdir. Takdir, memberikan kesempatan kepada kita untuk memilih. Takdir juga memberikan peluang kepada kita tuk menciptakannya sendiri. Lalu mengapa kita masih diam tak bergerak???
Berikanlah ruang pada dirimu untuk mempercayai kata hatimu. Mungkin banyak yang akan meragukanmu, mungkin ada yang menganggapmu gila, dan mungkin saja ada yang menghinakanmu. Semua itu mungkin dan itu adalah wajar jika kamu mau mengambil sisi positifnya. Bersabarlah dan kamu akan menuai hasilnya. Biarkan mereka yang menertawakanmu hari ini tertawa sepuasnya, Insya Allah di lain kesempatan kamu akan berjalan penuh wibawa dengan senyum merekah di hadapan mereka. Dan kamu akan bangga mengatakan, bahwa inilah aku yang sekarang.
Hanya butuh sedikit keberanian tuk memulai dan tentunya tetap mengharapkan yang terbaik dari Allah. Semoga Allah menjaga hati hati kita untuk senantiasa berada di jalan-Nya hingga akhirnya kita mendapatkan apa yang kita cita-citakan. Banyak bercita-cita, banyak bedoa dan Allah akan memeluk semua pengharapan itu dalam Takdir-Nya.

4 Jan 2011

Nafisa Al-Ilmi: Tak Ingin Berjodoh Denganmu, Meskipun Aku Mencinta...

Nafisa Al-Ilmi: Tak Ingin Berjodoh Denganmu, Meskipun Aku Mencinta...: "Tak kupungkiri bahwa wajahmu kadang mengusik jiwa dan fikiranku. Akupun tak akan menafikan perasaan aneh yang kadang menggerogoti hatiku kar..."

Tak Ingin Berjodoh Denganmu, Meskipun Aku Mencintaimu...

Tak kupungkiri bahwa wajahmu kadang mengusik jiwa dan fikiranku. Akupun tak akan menafikan perasaan aneh yang kadang menggerogoti hatiku karena hadirmu. Tak hanya kamu, pernah perasaan ini mengganggu beberapa kali sebelumnya. Dan semuanya terlewati dengan senyum penuh makna.
Aku tak akan pernah membunuh perasaan ini karena aku menyukainya, perasaan yang membuatku sadar akan keindahan rasa yang dititipkan Allah padaku. Rasaku mencintai cara Allah membuatku mengagumi ciptaanNya, mengembarakan pandangan mata dan hati pada sosok-sosok yang bisa menggelitik jiwa. Melompat berpindah ke banyak hal indah yang mengisi perjalanan tertempuh. Itu manusiawi, fitrah… begitu aku membisikkannya ke hatiku.
Hati ini berpagar, seseorang sudah menjaganya sejak lama. Hati ini berpenghuni, seseorang telah mengisinya dengan takdirnya. Dan seseorang ini begitupun ia, menjaga hatinya selalu untuk dipenuhi olehku. Saling setia seperti bintang di langit jiwa yang menemani temaram bulan menanti matahari. Bertemu untuk memberi terang pada ruang yang pernah dijanjikan Allah ketika ruh ditiupkan kepada 2 raga yang saling merindu.
Pernah wajahmu terlintas ketika kuhadapkan diri ke Rabb-ku, kemudian aku memohon kepadaNya agar menghapuskanmu dalam alam fikiranku. Aku tak menginginkanmu.
Kadang namamu terbesit di hati tuk menyebutnya dalam setiap sujud panjangku, kembali aku meminta kepada Sang Khalik untuk menghilangkan jejakmu dalam hatiku. Aku tak membutuhkanmu.
Ketika senyummu menggodaku tuk memintamu menjadi belahan jiwaku setiap kali kumenengadahkan kedua tanganku dengan air mata mengharu kepadaNya, lidahku kelu mengurung niat. Doaku yaa Allah, janganlah Engkau jodohkan aku dengannya meskipun aku mencintainya.
Rabb.. Jangan biarkan inginku mendahului kehendakMu, aku tak menginginkan apa yang diinginkan nafsuku. Aku ingin menjadi yang terbaik untuknya menurutMu dan dia adalah yang terbaik untukku menurut kehendakMu.
Aku hanya ingin semuanya dimulai dengan hati yang bersih, ketika hati masih mengingankanmu karena Allah. Begitupun sebaliknya, harapku. Betapa hati ini selalu memimpikan awal yang baik dengan cara yang baik pula tanpa banyak noda dalam proses kita menyatukan kepingan takdir kita. Bukankah sesuatu yang diawali dengan baik akan berujung baik pula???
Mungkin kini kamu berada di dekatku, saling tersenyum dan menertawakan penantian-penantian panjang yang sama-sama kita tempuh. Atau mungkin saja kamu berada di tempat yang jauh dengan jarak membentang yang tiada pernah tatap muka, tegur dan sapa yang telah tercipta. Kita saling mencoba menebak, melukis wajah dalam fikiran dan menyusun huruf demi huruf tuk menjadi sebuah nama. Tapi bisa saja kamu adalah seseorang yang pernah hadir dalam satu bagian hidupku yang mulai terlupa karena hadirnya orang-orang baru mengisi hari-hari seiring berjalannya waktu. Sebuah teka-teki yang tak bisa dipecahkan oleh nalarku, tak mampu ditampung oleh keterbatasan otakku tapi semakin membuatku mengagumi KeagunganNya. Di sini aku bisa bersabar menunggu, aku mampu meredam egoku dan semakin mencintaiNya.
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)". (Q.S Al-An’aam : 59)
Aku akan bersabar untuk menemuimu di tempat yang tepat, waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat pula. Aku tak meragukan janji Allah atas dirimu padaku. Bila tiba waktunya nanti kita bertemu, maka pujilah Keagungan Allah dan ucapkanlah salam untukku. Hati ini masih milikmu cinta!!!
Sekarang, kukatakan kepada kalian wahai saudaraku seiman yang bergender laki-laki…. Jangan pernah membuatku GeEr dengan perhatian dan sikap kalian, sungguh aku tidak akan keGeEran. Insya Allah. Dan jangan pernah keGeEran dengan sikap diamku atau keramahan yang kutunjukkan kepada kalian. Jangan menelponku atau kirim sms lebih dari 3x berturut2 jika hanya ingin tahu kabar diriku jika masih mau telpon dan sms-mu berbalas. (hehe..KeGeEran jg akhirnya)… 
Hatiku sudah kupenuhi dengan cinta untuk suamiku (kelak), tak ada ruang lagi selain dari itu. Biarkan aku menjaga cintaku dalam benteng yang kubangun kokoh hingga pada saatnya kuserahkan untuh untuk satu orang yang halal mendapatkannya. Saat dimana dia menggetarkan seluruh makhluk Allah baik yang di bumi maupun yang di langit dengan ucapan Ijab Kabulnya, Allah meridhoi, Orang Tuaku ridho, dan akupun ridho denganmu.

Diriku bukanlah Khadijah yang begitu sempurna menjaga dan bukan pula Hajar yang begitu setia dalam sengsara, tapi inilah diriku dengan segala ketidaksempurnaanku yang ingin mencintaimu dengan sempurna...


Wallahu'alam...