Met Puasa, temans!!! Semoga Ramadhan ini menjadi momentum untuk menjalin kemesraan dengan Allah SWT. Biar semakin disayang ma Allah... Aamiin..
Berhubung sekarang adalah bulan penuh cinta, maka mari kita berbicara tentang cinta...
Masih, Salim A. Fillah-foria. Ehmmm... dalam diskusi bedah buku “Bahagianya Merayakan Cinta”, beliau sempat mengatakan bahwa cinta terhadap pasangan itu tidak bisa disamakan dengan cinta terhadap saudara. Cinta itu lebih cocok jika disandingkan dengan cinta seorang ibu kepada anaknya. Cinta keibuan.. Kita sudah sering mendengar defenisi cinta dari Ibnul Qayyim Al-Jauziah, Jalaluddin Rumi, Buya Hamka, Kahlil Gibran sampe Anis Matta. Mereka semua hebat dalam memberikan pemahaman tentang arti cinta. Tapi, menarik juga jika kita melihatnya dari pandangan Psikoanalisis seperti yang akan saya uraikan nanti.
Saya tertarik dengan istilah Cinta Keibuan. Akhirnya saya mencoba googling2 materinya, dan sekarang menyusunnya kembali sesuai dengan kata-kata yang saya anggap menarik. Jika kalian pernah baca buku The Art of Loving karangan Erick Fromm, maka tidak perlu melanjutkan membaca tulisan ini. Okke..
Cinta adalah sebuah seni, yang harus dimengerti dan diperjuangkan… Dalam masalah cinta, kebanyakan orang pertama-tama melihatnya sebagai persoalan ‘dicintai’ ketimbang ‘mencintai’ atau kemampuan mencintai. Hal kedua yang mendasari sikap aneh masyarakat sekarang dalam soal cinta adalah anggapan bahwa cinta adalah persoalan ‘obyek’ bukan persoalan ‘kemampuan’.
Dalam ilmu psikologi, khususnya aliran humanistik, berpandangan bahwa cinta yang sebenarnya adalah orang yang merealisasi potensinya menjadi yang terbaik, sesuai dengan kadar kekuatannya. Dia harus menerima diri sendiri apa adanya terlebih dahulu, sebelum dia memberikan cinta kepada orang lain. Seseorang yang tidak menerima dirinya sendiri, dia akan menebar kebencian. Ataupun seseorang yang tidak menerima diri sendiri (kekurangan), sedang jatuh cinta, dan tidak berdaya didepan pasangannya, dia sedang mengembangkan cinta yang neurotic (cinta yang sakit). Cinta yang sehat adalah cinta memandang diri sendiri berharga, dan merasa mempunyai sesuatu yang berharga yang bisa diberikan untuk kebahagian bersama. Jika seseorang sudah memandang diri sendiri berharga, dia akan melahirkan sebuah cinta yang matang.
Mungkin tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa zaman sekarang, cinta sudah mengalami pergeseran makna. Dimana orang-orang begitu menggemborkan peranan cinta sebagai perasaan pasif, peranan cinta yang ingin dipuja-puji oleh sesama manusia, dan peranan cinta yang melupakan makna mencintai. Padahal yang patut untuk dipuja hanyalah Allah yang memiliki alam semesta raya ini.
Cinta adalah suatu tindakan yang disertai keyakinan dan kepercayaan, dan orang yang hanya memiliki sedikit keyakinan akan sedikit pula cintanya. Makanya Anis Matta mengatakan bahwa cinta itu adalah kata kerja. Kerja-kerja yang bagaimana? Memberi!!!
Menurut Erick Fromm, setiap teori tentang cinta harus dimulai dengan teori tentang manusia, tentang eksistensi manusia. Dan salah satu eskistensi tersebut adalah bahwa manusia mempunyai kehidupan yang sadar akan dirinya. Manusia memiliki kesadaran akan dirinya, akan diri sesamanya, akan masa silam, serta kemungkinan-kemungkinan masa depannya. Manusia juga mempunyai kesadaran akan jangka hidupnya yang pendek, akan fakta bahwa ia dilahirkan diluar kemauannya dan akan mati diluar keinginannya. Juga kesadaran bahwa dia akan mati mendahului orang-orang yang dicintai atau mereka yang dia cintailah yang akan mendahuluinya.
Cinta tak akan mengerdilkan diri kita, pasangan kita, atau siapapun yang ada di sekitar kita. Cara kita mencintai justru diupayakan untuk mengembangkan seseorang yang kita cintai, menjadi dirinya sendiri, seutuhnya. Inilah pentingnya mencintai karena Allah semata. Ketika kita dan seseorang yang kita cintai menyadari bahwa diri masing-masing merupakan bagian dari ciptaan Allah; keduanya pun akan menyadari sepenuhnya bahwa diri masing-masing adalah satu walaupun nyatanya tetap ada dua, sebagai representasi keutuhan diri.
Namun, kebanyakan dari kita tidak dapat mengembangkan kemampuan kita untuk mencintai pada satu-satunya tataran yang benar-benar bermakna - sebuah cinta yang penuh dengan kedewasaaan, pemahaman diri, dan keberanian. Belajar mencintai memerlukan latihan dan konsentrasi, sehingga pada akhirnya akan melahirkan cinta yang matang. Dan cinta yang matang inilah yang dimaksud CINTA KEIBUAN, Cinta yang berkembang tanpa syarat apapun.
Dalam aplikasi cinta menurut paham humanistic (Erick Fromm), cinta dapat dibedakan menjadi:
· Motherly love (cinta keibuan) --- sepenuhnya bersifat satu sisi dan tidak setara; ibu memberi cinta yang tidak bersyarat, dan tidak meminta balasan apapun. Dari jenis cinta ini anak akan memperoleh rasa stabilitas dan keamanan. Atau dengan kata lain “cinta tanpa syarat”.
· Brotherly love (cinta persaudaraan) --- melibatkan cinta terhadap semua orang; semua jenis manusia. Jenis cinta ini menyatukan individu satu dengan yang lain dalam satu komunitas (cinta sosial). Cinta sosial sangat penting, karena manusia berkembang dalam relasi sosial dan relasi sosial itu harus berkembang atas dasar cinta, untuk mendapatkan relasi sosial yang sehat.
· Erotic love (cinta erotik) --- di arahkan pada idividu tunggal, dan bersifat sementara, keintiman dan hanya bersifat sesaat. Dalam kasus-kasus semacam ini (jika cinta erotik dominan), individu dapat beralih dari kekasih yang satu ke kekasih yang lain dengan cepat. Orang yang hanya terlibat hanya dalam cinta erotik, tidak mengalami cinta yang sebenarnya, namun hanya memuaskan kebutuhan seksualnya, meredakan kecemasan akan pelampiasan seksual. Dasarnya adalah kekaguman akan sesuatu (bisa kecantikan, harta dan lain-lain). Jika objek kekaguman itu sudah hilang, dapat dipastikan, cintanyapun akan ikut lenyap.
Cinta yang matang adalah kesatuan dengan sesuatu atau seseorang dibawah kondisi saling tetap mempertahankan integritas. Itulah mengapa dikatakan ada taruhan kepribadian ketika mengatakan “Aku mencintaimu”. Cinta adalah kekuatan aktif yang bersemayam dalam diri manusia. Cinta yang memberi dengan tulus. Jika menerima cinta seseorang, mengalahkan memberikan cinta kepada mereka adalah cinta yang tidak matang, atau cinta karena nafsu atau cinta seorang kanak-kanak (deficiency love). Dalam cinta yang matang, setiap partner peduli satu-sama lain, merasa bertanggungjawab terhadap satu sama lain, bukan sekedar melakukan kewajiban, namun memberi dengan tulus.
Cinta selalu memuat elemen-elemen dasar tertentu, yakni perhatian, tanggung jawab, penghargaan serta pemahaman. Bukti bahwa cinta memuat perhatian (care) nampak jelas dalam cinta seorang ibu terhadap anaknya. Perhatian dan kepedulian memuat aspek lain dari cinta, yaitu tanggung jawab. Namun, tanggung jawab bisa dengan mudah berubah menjadi dominasi dan kepemilikan jika tidak sesuai komponen ketiga, yaitu penghormatan atau penghargaan. Tanggung jawab akan buta jika tidak dituntun oleh pemahaman atau pengetahuan.
Nah, sekian pembahasannya. Jadi bangga nih jadi perempuan, meskipun belum jadi ibu. Hehehe.. Dan, makin cinta sama ibu sendiri. I love you, mom!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar