27 Feb 2011

Anis Matta: Tentang Iman kepada Takdir

Ini adalah kul-twit Ustadz Anis Matta beberapa waktu lalu. Isinya tentang iman kepada takdir. Tambahannya adalah tentang berdinamika dalam dunia politik dengan bekal keimanan kepada takdir itu. Silakan diambil pelajarannya. Bahasan iman kepada takdir di bawah ini insya Allah applicable dalam konteks-konteks yang lain. :)

Di antara manfaat iman kepada takdir adalah bahwa kita menemukan ruang tak terbatas untuk menafsir semua kelemahan dan keterbatasan kita. Tapi di balik itu tetap ada harapan dan optimisme bahwa Allah selalu berkehendak baik kepada kita, apapun peristiwa yg ditimpakan kepada kita.

Iman kepada takdir mempertemukan dua kutub ekstrim dalam diri kita; kepasrahan dan optimisme, ketergantungan pada Allah dan rasa percaya diri. Itu yang memberi kita keseimbangan jiwa. Akhir dari semua kerja keras kita adalah kepasrahan, ujung dari semua kelemahan kita adalah optimisme.

Kita tidak perlu melawan kehendak Yang Maha Besar, kita hanya perlu memahaminya, lalu belajar berdamai dengan diri kita bahwa itulah yang terbaik untuk kita. Karena itu kita berucap, "Allah telah menetapkan, semua yang Dia kehendaki pasti Dia lakukan, yang terbaik itu apa yang ditakdirkan Allah."

Takdir adalah ide tentang bagaimana kita menafsir kekuatan dan kelemahan kita sebagai manusia, juga ide tentang skenario kehidupan, di mana Allah adalah pusatnya. Lihatlah perjalanan hidup kita, bagaimana ia dipengaruhi begitu banyak faktor, tapi semuanya tdk dalam kendali kita. Orang tua, suku, waktu dan tempat kelahiran, orang-orang yang sezaman dengan kita, orang-orang yang kita temui dalam perjalanan hidup, semua tidak kita tentukan. Pengaruhnya?

Adalah semata karena rahmatNya ketika Ia memberi kita kesempatan untuk memilih beriman atau tidak beriman, tapi akibat pilihan kita adalah takdirNya. Kisah Nabi Yusuf bermula dari sumur dan penjara, berujung di istana dan berkumpulnya keluarga, sebuah skenario kehidupan yg sempurna. Tapi ujung cerita itu adalah pernyataan bahwa, "Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut (dalam mencapai) apa yang Ia kehendaki."

Membaca takdir Allah adalah upaya yang tak boleh berhenti untuk memahami kehendakNya. Belajarlah menitipkan kehendak kita dlm kehendakNya. Mempertemukan kehendak kita dengan kehendakNya itulah yang disebut tawfiq, pertemuan yg menciptakan harmoni kehidupan, damai dan tenang tiada henti. Sebab jika Allah hendak menciptakan peristiwa dan memberlakukan kehendakNya, Ia menyiapkan semua sebab-sebabnya, dan terjadilah semua takdirNya. Berhasil membaca kehendakNya dalam hidup kita akan memberi kita ketenangan jiwa yg takkan tergoyahkan oleh goncangan hidup apapun. Kita merasa lebih pasti.

Orang yang tidak beriman pada takdir selalu berada pada dua kutub jiwa yang ekstrim; merasa hina waktu lemah, sombong dan melampaui batas waktu kuat.

Waktu kalah dalam perang Uhud, Allah melarang kaum muslimin merasa lemah dan sedih, mereka harus tetap merasa kuat sebab ini belum berakhir. Kita jadi kuat di ujung kelemahan manusiawi kita karena kita percaya pada kekuatan Allah yang tidak terbatas. Di ujung kelemahan kita selalu ada optimisme.

Dari 99 nama dan sifat Allah ada 4 yang paling banyak mendasari semua takdirNya; al 'ilm, al qudroh, al rahmah, al 'adl. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Maha Mampu bertindak dan melakukan apa saja yang Ia kehendaki, tapi juga Maha Penyayang dan Maha Adil. Jadi walaupun Allah Maha Mengetahui dan Maha Mampu melakukan apa saja, tetap saja kasih sayang dan keadilanNya mengalahkan angkara murkaNya. Itu sebabnya Allah tidak akan pernah menzalimi hambaNya walaupun Ia bisa kalau Ia mau, karena Ia terlalu Pengasih dan terlalu Adil. Itu yang menjelaskan mengapa seluruh takdirNya adalah kebaikan semata, termasuk semua musibah yg menimpa hambaNya. Itu pertanda cinta.

Memadukan keperkasaan dan kasih sayang, kekuatan dan keadilan, adalah sifat Allah yang menciptakan harmoni dan keseimbangan dalam takdirNya. Semua ketetapan Allah itu, yang didasarkan pada ilmu dan kemampuan, kasih sayang dan keadilan, diturunkan sebagai takdir melalui pengaturan (tadbir). Makanya Allah disebut sebagai Al Mudabbir atau yang mengatur dan merencanakan detil-detil kehidupan manusia, hidup kita berjalan dalam skenarioNya.

Seperti dalam kisah Nabi Yusuf, tak satupun dari mereka yang terlibat dalam jalinan kisah itu yang tahu akhir cerita itu kelak. Plotnya kemana? Mereka semua hanya bergerak dengan sebuah kesadaran yang konstan akan kehendak baik Allah, mereka tidak tahu ujung ceritanya, tapi mereka yakin pasti baik. Di puncak kesedihannya Ya'qub hanya berkata, "Saya hanya mengadukan keluh dan sedihku kepada Allah," ia pasrah karena ia yakin dengan ujungnya. Saudara-saudara Nabi Yusuf yang berkonspirasi menjeblosnya ke dalam sumur tidak sadar bahwa mereka hanya menjebak diri mereka sendiri, mereka pikir mereka cerdas. Padahal saat berada dalam sumur Allah meyakinkan Nabi Yusuf bahwa kelak dia ceritakan urusan ini kepada saudara-saudaranya, mereka cuma tidak sadar saja sekarang. Jadi ketika mendengar cerita anak-anaknya tentang Nabi Yusuf yang sudah dimangsa serigala, Ya'qub berkata, "kalian pikir konspirasi ini baik bagi kalian?" Nabi Ya'qub menyabar-nyabarkan dirinya, "kesabaran yang indah," katanya, "dan hanya Allah yang dimohon pertolonganNya atas apa yang kalian ceritakan.."

Nabi Ya'qub menjalani pengaturan Allah ini dengan sabar dan penuh keyakinan, sebab Allah telah mengajarkan ini padanya dengan caraNya sendiri. "Dan sesungguhnya dia (Ya'qub) mempunyai pengetahuan karena Kami telah mengajarkan kepadanya, tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui," (QS:Yusuf:68).

Jadi Nabi Ya'qub selalu berkata kpd anak-anaknya, "Aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tiada mengetahui," ia tahu ini pengaturan Allah. Apa Ya'qub tahu jalan ceritanya secara detil? Mungkin tidak juga. Tapi dia tahu ujungnya pasti baik. Jadi dia hanya menjaga agar sikapnya tetap benar.

Saat berkumpul di ujung cerita yang indah, Ya'qub mengulangi lagi, "Kan sudah aku katakan pada kalian bahwa aku tahu dari Allah apa yang tidak kalian tahu." Tapi Yusuf menyimpulkan, "Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana"

Inilah akhirnya yang kita pelajari dari kisah ini, bahwa iman pada takdir membuat kita menghadapi berbagai konspirasi dengan cara yang sangat berbeda. Iman pada takdir membuat kita membaca konspirasi dengan mata hati, mencium dengan firasat, tapi berreaksi dengan sabar dan teguh, penuh ilmu, penuh iman, sebab Allah punya tipu dayaNya sendiri, sebab manusia tidak pernah tahu ujung cerita dari skenarioNya. Itu mengapa mereka mudah terjebak sendiri!

Kisah Nabi Yusuflah yang mengajarkan kita bagaimana (-menghadapi) sebuah konspirasi dengan keimanan pada takdir, kita akan tampak lugu mungkin, tapi tidak pada hakikatnya. Mungkin kita terlihat naif karena percaya takdir dalam menghadapi konspirasi. Tapi tidak! Ilmu kitalah yang berbeda dengan ilmu mereka, sebab sumbernya juga beda!

"Sdh kucium bau Yusuf kalau saja kalian tidak akan menuduhku lemah akal," kata Ya'qub menjelang pertemuan kembali seluruh keluarga itu. Yang tidak disadari para konspirator itu adalah bahwa sebenarnya mereka tidaklah mengendalikan permainan, terlalu banyak yang tidak bisa mereka kendalikan. Orang berakal itu, kata ulama kita, adalah yang paling banyak memikirkan akibat dari semua kata dan tindakannya. Itu karena mereka percaya pengaturanNya.

Jika terkepung dalam perang kita harus cari tempat berlindung yang lebih tinggi, tapi Allah justru menyuruh Nabi Musa ke tepi laut saat dikejar Fir'aun. Nabi Musa mengikuti perintah itu dan Fir'aun makin bernafsu, ia yakin pasti dapat mangsa yang empuk. Laut merah akan jadi saksi pembantaian. Nabi Musa pasti tampak lugu dan naif di mata Fir'aun, tapi ini pengaturan Allah yang tidak disadari Fir'aun, dia pikir dia hebat dan perkasa. Saat Fir'aun tiba di tepi laut merah, Nabi Musa dan kaumnya sudah ada di seberang laut, karena laut terbelah. Fir'aun tidak bertanya lagi, "kok bisa?"

Tak ada lagi pertanyaan dalam benak Fir'aun tentang arti laut terbelah, apalagi kecurigaan bahwa itu akan jadi jebakan. Jadi mereka kejar mangsa penuh nafsu. Laut merah itulah yang menutup riwayat keangkuhan Fir'aun. Permulaan yang tampak naif berujung dengan tragedi yang dahsyat, itulah pengaturan Allah.

Jika saja Fir'aun berangkat lebih pagi mengejar Nabi Musa dan kaumnya, mungkin mereka bisa menangkapnya sebelum sampai ke seberang laut. Tapi mereka telat. Tahu kenapa mereka telat? Karena pagi itu ayam berkokok setelah matahari terbit. Jadi Fir'aun dan pasukannya kesiangan. Jadwal ayam berkokok merubah sejarah.

Hanya satu makhluk dari seluruh penghuni alam raya ini yang digunakan Allah untuk mengubah jalannya sejarah. Hanya ayam. Itupun cuma jadwal berkokoknya.

Seluruh makhluk di alam raya ini adalah pasukanNya, yang tunduk pd perintahNya, itu yang tdk bisa dikendalikan manusia. Tapi itu juga tidak disadarinya. Semua sumber daya itu membuatNya Maha Mampu melakukan apa saja yang Ia mau, mengeksekusi rencanaNya. Itulah Al Qudroh, kemampuan yang tidak terbatas.

Ayat-ayat tentang takdir ini paling banyak diturunkan pada konteks politik dan kekuasaan, karena dalam pergulatan itulah iman kita pada takdir paling banyak diuji. Dalam pertempuran dan pertarungan politik iman kita pada takdir paling banyak diuji, karena dalam kondisi itu kita gampang labil dan tergoncang secara batin. Itu sebabnya banyak tentara yang pergi cari jimat sebelum bertempur, atau penguasa cari dukun untuk memastikan kesinambungan kekuasaannya.

Tentara dan penguasa terlibat dalam banyak pertempuran dan konflik, hidup dalam ketidakpastian dan goncangan tanpa henti, mereka mudah jadi rapuh. Tentara dan penguasa butuh sandaran spiritual lebih besar dan kokoh, sayangnya mereka sering mencarinya di luar Allah. Bekerja dalam dunia politik tanpa iman yang kokoh pada takdir membuat kita labil dan rapuh, mudah mengalami disorientasi dan tersesat di tengah jalan!

Musa berkata kepada kaumnya, "Mintalah pertolongan dari Allah dan bersabarlah, sungguh Dia akan wariskan bumi ini kepada hamba yang dikehendakiNya." Di antara Fir'aun dan Musa, Allah memberlakukan takdirNya; shifting of power. Itulah pengaturannya, terlalu halus memang, dan tak terbaca.

Iman pada takdir membuahkan keyakinan yang kokoh dan kesabaran yang panjang, itulah kunci dari karakter para pemenang: keyakinan dan kesabaran.

26 Feb 2011

Kutulis ini biar tidak AMNESIA..


Menulis bukanlah pekerjaan otak, tapi pekerjaan hati. Memulai memang bukan pekerjaan mudah, simple tapi membingungkan. Apapun itu, ketika ingin memulai sesuatu pastinya kita akan menemukan dimana hati dan fikiran akan melakukan tarik ulur niat. Ya atau tidak, lakukan atau tidak, pergi atau tidak dan banyak lagi alasan lain yang membuat kita sering mengurungkan niat. Ya ga masalah sih mengurungkan niat klo ada dalam hati meragukan kebaikan dan ketulusan niat tersebut, tapi klo niat baik yang menjadi urung hanya karena takut memulai…itulah masalahnya Gas.. Hmmm..takut memulai karena tidak berani mengambil resiko. Resiko gagal. Nah, klo udah punya niat untuk menulis, so ayoooo..mulailah dari sekarang, jangan ragu lagi. Jangan takut tulisan kamu akan dicela, paling yang mencela juga adalah mereka yang tidak mampu menulis. Bukankah para penulis tersohor di dunia jg memulai karya-karya apik mereka dari menulis hal-hal kecil yang mungkin tidak pernah mendapatkan penghargaan sama sekali. Tapi mereka tetap berkarya. Karena mereka niatnya bukan untuk mendapatkan pujian, tapi ini adalah masalah ekspresi. Yah..Ekspresi dari perasaan jiwa, ekspresi dari petualangan pemikiran, ekspresi dari kecerdasan intelektual dan inilah bentuk dari salah satu aktualisasi diri.
Ungkapkanlah, meskipun hanya satu kata. Ibarat seseorang yang berniat untuk menyampaikan suatu kebenaran namun ada sedikit ketakutan, maka dia akan mengingatkan dirinya, “sampaikanlah walaupun hanya satu ayat”. Bukankah kata itu bisa memiliki makna yang luas? Bukankah satu kata itu bisa menjadi inspirasi? Bukankah satu kata itu bisa saja memiliki kekuatan yang Maha Dahsyat? Diperlukan hanya sedikit keberanian, sedikit saja untuk mengambil satu langkah agar itu bisa dikatakan bergerak dari diam menjadi melangkah. Berarti di sini menunjukkan adanya usaha. Setiap kita pastinya yakin bahwa tak ada satupun di dunia ini yang sia-sia. Termasuk usaha-usaha yang telah kita lakukan. Satu langkah tidaklah sama dengan diam tak bergerak atau tidak mengambil inisiatif tuk melangkah sama skali.
Apapun yang terlintas dalam isi kepala, maka tulis saja. Biar waktu yang akan mengajari bagaimana memaksimalkan potensi yang kita miliki. Allah telah memberikan kita fasilitas yang begitu menakjubkan. Sesuatu yang tidak pernah kita minta apalagi kita usahan namun telah menjadi  milik pribadi. Subhanallah!!! Meskipun tidak semua orang di dunia ini diciptakan untuk bisa menjadi penulis, tapi jika ada kemauan, mengapa tidak tuk mencoba. Bukankah ada hal-hal dalam hidup ini yang tidak kita bawa dari lahir namun bisa kita miliki dengan melakukan usaha. Layaknya kita (saya) yang ditakdirkan lahir dengan kondisi wajah yang tidak cantik dan ayu dan lebih tidak cantik lagi bagi mereka pemuja fisik (who care???), tapi bukankah kita bisa mempercantik diri dari sisi yang lain. Dari kecerdasan dan wawasan kita mungkin atau dari akhlak kita. Lagi-lagi yang bisa melihat kecantikan seperti ini hanyalah mereka yang menomor buntutkan fisik. Tul gak? hehehe
Karena menulis itu akan menjadi control, obat untuk penyakit amnesia baik dalam arti kata amnesia yang sesungguhnya maupun amnesia dalam arti tidak sesungguhnya. Emang ada yah? Ada..ada lahhh.. Amnesia yang saya maksud di sini bukanlah karena akibat benturan seperti di sinetron-sinetron Indonesia yah, tapi lebih pada pengaburan dari visi misi kita dari awal ketika mengikrarkan sebuah komitmen. Mungkin karena itu jugalah yah perlunya surat nikah, bukan hanya sebagai formalitas di instansi pemerintahan tapi juga sebagai pengingat klo dia pernah mengikrarkan Ijab Kabul terhadap nama orang yang tertera di surat nikah tersebut. Eh..kok omongin nikah sih.. Kembali ke amnesia tadi, mungkin kita sering menjumpai orang dalam hidup kita atau bahkan  diri kita sendiri yang kemaren sore dengan yakinnya mengatakan saya tidak akan pacaran. Eh…pagi ini ditembak sama cowok idaman para mertua masa kini, idola para wanita modern dan laki-laki yang bisa dibanggakan klo dibawa ke arisan kompleks, jadinya meng-OK-kan. Lamaran jadi pacar diterima. Hmmm..sungguh terlalu. Itu klo untuk cewek yah.. Nah klo untuk para laki-lakinya. Sering ada yang bilang ke saya gini..”Gak dulu ah, mau nyelesekan kuliah trus kerja dan membahagiakan orang tua”. Boro-boro menyelesaikan kuliah, belum apa – apa juga sudah punya goncengan dari ujung pukul ujung. Koleksi wanita dalam otaknya banyak, ditolak sama si A, kan masih ada si B, gagal sama si C, masih ada D – Z. Ckckckck. Tobatlah wahai anak muda. Mungkin sebagian akan menganggap ini bukanlah sebagai prinsip hidup tapi menurutku ini adalah sebuah prinsip yang sangat menentukan prinsip-prinsip lainnya yang telah kita tanam dalam samudera hati. Jika prinsip seperti ini saja bisa kita khianati, bagaimana dengan prinsip atau komitmen yang lebih besar dan membutuhkan tanggung jawab bukan hanya terhadap diri sendiri tetapi juga terhadap orang lain? Hmmm…No body can guaranty.. Nah itu  nasehat untuk yang menghalalkan pacaran sebelum nikah atau apapun perbuatan yang tidak syar’I dalam menuju proses pernikahan.
Bagi seorang aktivis dakwah. Ada banyak komitmen di sana. Komitmen itu bukanlah lahir dari lintasan fikiran begitu saja kemudian muncul menggunung dalam hati menjadi komitmen. Di sana ada perjuangan, ada keringat yang mengiri langkah, ada air mata yang membersamai senyuman, ada duka yang menyelimuti kebahagiaan. Jalan ini sudah lama tertempuh, bukan hanya satu dua hari saja, tapi sudah ratusan hari yang kadang – kadang membuat kita lupa bahwa kita pernah hidup dalam kejahiliaan. Begitu besar nikmat Allah karena mengenalkan hati kita akan indahnya berada dalam sebuah lingkaran majelis ilmu. Lingkaran yang selalu menggelisahkan ketika ia terlewati, lingkaran yang akan selalu dirindukan demi menghabiskan hari dalam seminggu, lingkaran yang akan selalu memberikan kita kekuatan dikala lemah, lingkaran yang selalu mengingatkan kita mengapa kita ada di jalan ini, mengingatkan kita mengapa hidup harus lebih bermakna, mengingatkan kita mengapa kita harus mengambil langkah lebih banyak dalam menuju jalan kebaikan, dan yang paling penting mengingatkan kita akan tujuan penciptaan kita di Bumi Allah ini. Bukan sekedar hidup, makan dan tidur. Tapi ada misi besar yang kita emban, sebuah misi yang akan memuliakan kita. Yah, jika hidup tidak untuk dakwah lalu engkau mau ngapain???
Menulis akan menunjukkan siapa kita di masa yang lalu. Tak perlu mengubur semua kenangan dan langkah yang sudah menjadi bagian masa lalu. Kita tidak akan pernah kembali mengambil langkah mundur ke sana dan itu sudah pasti. Tapi mengingat detail demi detail kepingan waktu yang diisi dengan setiap tingkah laku kita bukanlah sebuah kesalahan, meskipun yang kita ingat itu adalah kesalahan masa lalu. Kita akan memerlukan semua itu untuk menjadi pembelajar sejati. Bila masa lalu itu dipenuhi dengan kejahiliaan, maka seharusnya itulah yang akan menjadi bahan bakar kita untuk bisa lebih dari orang lain dalam memaksimalkan kebaikan yang mampu kita lakukan. Kadang saya merasa bangga bahwa saya pernah merasakan kejahiliaan diri, bukannya berbagga akan dosa-dosa saya tapi lebih pada sebuah proses yang telah saya lakukan. Bagaimana merasakan arti dari sebuah proses. Proses penumbuhan jiwa menuju fitrahnya. Dan itulah yang akan menjadi penguat untuk kembali menjejaki alam rasa dan jiwa mengapa sampai saat ini saya seperti ini atau bisa seperti ini. Sejarah akan selalu berulang, meskipun ia berbeda masa. Apalgi bila Allah telah menuliskan jalan hidup kita di Kitab Lauh Mahfudz untuk menjalani hidup dlam waktu yang lebih lama lagi dan dikarunia anak-anak, maka belajar dari diri sendiri adalah salah satu langkah yang bijak. Terlebih lagi bila mau melihat sejarah anak-anak terbaik yang pernah dimiliki Bumi. Hmmm..Subhanallah.. Banyak hal positif yang akan menghampiri dengan menulis, karakter dan wawasan bisa tercermin di sana. Dan yang paling penting kita selalu tau siapa kita di masa lalu, sekarang dan mungkin di masa yang akan datang. So..mari berbagi energy positif dengan menulis…

3 Feb 2011

Diamku Karena Cintaku


Lagi-lagi aku hanya bisa terdiam. Diam dan diam adalah jawaban yang selalu kuanggap bisa difahami oleh orang-orang yang kusayangi akan kekalutan, kegalauan dan ketidakberpihakan hatiku dalam menghadapi realitas. Aku hanya manusia biasa, fahamilah!!! Aku tau akan kasih sayang yang kalian berikan adalah tulus tak bertepi. Aku sangat sadar dengan kesabaran kalian menghadapi setiap kelemahan dan kekuranganku. Tapi, lihatlah juga, rasakanlah betapa kerasnya usaha yang kulakukan untuk kembali bisa memahami dan memaklumi kalian.

Bila tiada cinta dan ikatan hati yang kuat diantara kita, manalah mungkin ada hujan air basah menjalari hati? Bilakah tiada asa dalam kebaikan persangkaan untuk setiap waktu yang telah kita habiskan bersama? Aku di sini, selalu dengan cinta yang penuh mengisi kalbu. 

Mengapa begitu sulit bagi kita untuk meletakkan setiap perbedaan diantara kita untuk dirangkai indah seperti pelangi? Mungkinkah warna itu terlalu banyak hingga mata mulai tak dapat membedakan keindahan dan kesalahfahaman yang menutupi? Mengapa tidak membiarkan hati-hati kita saja yang menjembatani rasa bila itu bisa menjadi sedikit penawar untuk setiap torehan luka yang tercipta.

Aku menangis, hatiku menjerit dalam putus asa, rongga dada ini begitu sempit di tubuh ringkihku yang memendam duka. Jalanku begitu sulit tuk terlalui, hanya ditemani fatamorgana yang tak kunjung berujung dengan satu jawaban pasti. Lara asaku menguasai dalam sembilu getirnya hati. Jauh dari kemaafanmu adalah duka lara yang menyengsarakan jiwaku.

Aku hilang dalam kelamnya perasaan rindu yang membuncah. Masihkah kalian meragukan rasaku? Lalu apa yang harus aku lakukan untuk membuat kalian percaya? Katakanlah!!! Lelah langkahku mengarungi samudera hatimu, letih jiwa ragaku mengharap setitik rasa rindumu. Pahit rasa hatiku menerima penolakan dan keraguan kalian. Aku menangis, lihatlah!!!

Kesedihan ini telah mengaliri setiap sendi dalam tubuhku, menjadi darah yang mendaging di hidupku. Wajah ini tak mampu lagi menyembunyikannya dalam senyum renyahku. Tak ada hari yang begitu berat tuk terlalui jika selalu dalam rengkuhan kalian. Kini, bukan hanya ragaku yang lepas dari rengkuhan kalian tapi pelahan kurasakan hatiku mulai goyah dalam rengkuhan itu. Aku mohon, janganlah biarkan hati ini ikut pergi bersama ragaku. Biarkan ia tinggal tetap mengisi ruang yang ada untukku, tak tergantikan untuk selamanya. Karena rengkuhan itulah rumah jiwaku, rumah tempat kembali untuk hatiku yang lelah.

Maafkan untuk setiap kesalahanku, maafkanlah setiap kenakalanku, ampunkanlah keegoisanku, lupakanlah sikap sikap ketidakdewasaan yang kutunjukkan kepada kalian. Cukupkanlah cinta ini sebagai pelebur dosaku. Hidupku kacau tanpa kalian. Arahku hilang jika kalian tak menutun jalanku. Janganlah perbedaan cara pandang ini membuat hati-hati kita semakin jauh. Berikan waktu untuk kembali menata hati dan fikiran agar bara cinta ini tak pernah kehilangan panasnya. Terimalah diamku!!!