Di antara manfaat iman kepada takdir adalah bahwa kita menemukan ruang tak terbatas untuk menafsir semua kelemahan dan keterbatasan kita. Tapi di balik itu tetap ada harapan dan optimisme bahwa Allah selalu berkehendak baik kepada kita, apapun peristiwa yg ditimpakan kepada kita.
Iman kepada takdir mempertemukan dua kutub ekstrim dalam diri kita; kepasrahan dan optimisme, ketergantungan pada Allah dan rasa percaya diri. Itu yang memberi kita keseimbangan jiwa. Akhir dari semua kerja keras kita adalah kepasrahan, ujung dari semua kelemahan kita adalah optimisme.
Kita tidak perlu melawan kehendak Yang Maha Besar, kita hanya perlu memahaminya, lalu belajar berdamai dengan diri kita bahwa itulah yang terbaik untuk kita. Karena itu kita berucap, "Allah telah menetapkan, semua yang Dia kehendaki pasti Dia lakukan, yang terbaik itu apa yang ditakdirkan Allah."
Takdir adalah ide tentang bagaimana kita menafsir kekuatan dan kelemahan kita sebagai manusia, juga ide tentang skenario kehidupan, di mana Allah adalah pusatnya. Lihatlah perjalanan hidup kita, bagaimana ia dipengaruhi begitu banyak faktor, tapi semuanya tdk dalam kendali kita. Orang tua, suku, waktu dan tempat kelahiran, orang-orang yang sezaman dengan kita, orang-orang yang kita temui dalam perjalanan hidup, semua tidak kita tentukan. Pengaruhnya?
Adalah semata karena rahmatNya ketika Ia memberi kita kesempatan untuk memilih beriman atau tidak beriman, tapi akibat pilihan kita adalah takdirNya. Kisah Nabi Yusuf bermula dari sumur dan penjara, berujung di istana dan berkumpulnya keluarga, sebuah skenario kehidupan yg sempurna. Tapi ujung cerita itu adalah pernyataan bahwa, "Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut (dalam mencapai) apa yang Ia kehendaki."
Membaca takdir Allah adalah upaya yang tak boleh berhenti untuk memahami kehendakNya. Belajarlah menitipkan kehendak kita dlm kehendakNya. Mempertemukan kehendak kita dengan kehendakNya itulah yang disebut tawfiq, pertemuan yg menciptakan harmoni kehidupan, damai dan tenang tiada henti. Sebab jika Allah hendak menciptakan peristiwa dan memberlakukan kehendakNya, Ia menyiapkan semua sebab-sebabnya, dan terjadilah semua takdirNya. Berhasil membaca kehendakNya dalam hidup kita akan memberi kita ketenangan jiwa yg takkan tergoyahkan oleh goncangan hidup apapun. Kita merasa lebih pasti.
Orang yang tidak beriman pada takdir selalu berada pada dua kutub jiwa yang ekstrim; merasa hina waktu lemah, sombong dan melampaui batas waktu kuat.
Waktu kalah dalam perang Uhud, Allah melarang kaum muslimin merasa lemah dan sedih, mereka harus tetap merasa kuat sebab ini belum berakhir. Kita jadi kuat di ujung kelemahan manusiawi kita karena kita percaya pada kekuatan Allah yang tidak terbatas. Di ujung kelemahan kita selalu ada optimisme.
Dari 99 nama dan sifat Allah ada 4 yang paling banyak mendasari semua takdirNya; al 'ilm, al qudroh, al rahmah, al 'adl. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Maha Mampu bertindak dan melakukan apa saja yang Ia kehendaki, tapi juga Maha Penyayang dan Maha Adil. Jadi walaupun Allah Maha Mengetahui dan Maha Mampu melakukan apa saja, tetap saja kasih sayang dan keadilanNya mengalahkan angkara murkaNya. Itu sebabnya Allah tidak akan pernah menzalimi hambaNya walaupun Ia bisa kalau Ia mau, karena Ia terlalu Pengasih dan terlalu Adil. Itu yang menjelaskan mengapa seluruh takdirNya adalah kebaikan semata, termasuk semua musibah yg menimpa hambaNya. Itu pertanda cinta.
Memadukan keperkasaan dan kasih sayang, kekuatan dan keadilan, adalah sifat Allah yang menciptakan harmoni dan keseimbangan dalam takdirNya. Semua ketetapan Allah itu, yang didasarkan pada ilmu dan kemampuan, kasih sayang dan keadilan, diturunkan sebagai takdir melalui pengaturan (tadbir). Makanya Allah disebut sebagai Al Mudabbir atau yang mengatur dan merencanakan detil-detil kehidupan manusia, hidup kita berjalan dalam skenarioNya.
Seperti dalam kisah Nabi Yusuf, tak satupun dari mereka yang terlibat dalam jalinan kisah itu yang tahu akhir cerita itu kelak. Plotnya kemana? Mereka semua hanya bergerak dengan sebuah kesadaran yang konstan akan kehendak baik Allah, mereka tidak tahu ujung ceritanya, tapi mereka yakin pasti baik. Di puncak kesedihannya Ya'qub hanya berkata, "Saya hanya mengadukan keluh dan sedihku kepada Allah," ia pasrah karena ia yakin dengan ujungnya. Saudara-saudara Nabi Yusuf yang berkonspirasi menjeblosnya ke dalam sumur tidak sadar bahwa mereka hanya menjebak diri mereka sendiri, mereka pikir mereka cerdas. Padahal saat berada dalam sumur Allah meyakinkan Nabi Yusuf bahwa kelak dia ceritakan urusan ini kepada saudara-saudaranya, mereka cuma tidak sadar saja sekarang. Jadi ketika mendengar cerita anak-anaknya tentang Nabi Yusuf yang sudah dimangsa serigala, Ya'qub berkata, "kalian pikir konspirasi ini baik bagi kalian?" Nabi Ya'qub menyabar-nyabarkan dirinya, "kesabaran yang indah," katanya, "dan hanya Allah yang dimohon pertolonganNya atas apa yang kalian ceritakan.."
Nabi Ya'qub menjalani pengaturan Allah ini dengan sabar dan penuh keyakinan, sebab Allah telah mengajarkan ini padanya dengan caraNya sendiri. "Dan sesungguhnya dia (Ya'qub) mempunyai pengetahuan karena Kami telah mengajarkan kepadanya, tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui," (QS:Yusuf:68).
Jadi Nabi Ya'qub selalu berkata kpd anak-anaknya, "Aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tiada mengetahui," ia tahu ini pengaturan Allah. Apa Ya'qub tahu jalan ceritanya secara detil? Mungkin tidak juga. Tapi dia tahu ujungnya pasti baik. Jadi dia hanya menjaga agar sikapnya tetap benar.
Saat berkumpul di ujung cerita yang indah, Ya'qub mengulangi lagi, "Kan sudah aku katakan pada kalian bahwa aku tahu dari Allah apa yang tidak kalian tahu." Tapi Yusuf menyimpulkan, "Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana"
Inilah akhirnya yang kita pelajari dari kisah ini, bahwa iman pada takdir membuat kita menghadapi berbagai konspirasi dengan cara yang sangat berbeda. Iman pada takdir membuat kita membaca konspirasi dengan mata hati, mencium dengan firasat, tapi berreaksi dengan sabar dan teguh, penuh ilmu, penuh iman, sebab Allah punya tipu dayaNya sendiri, sebab manusia tidak pernah tahu ujung cerita dari skenarioNya. Itu mengapa mereka mudah terjebak sendiri!
Kisah Nabi Yusuflah yang mengajarkan kita bagaimana (-menghadapi) sebuah konspirasi dengan keimanan pada takdir, kita akan tampak lugu mungkin, tapi tidak pada hakikatnya. Mungkin kita terlihat naif karena percaya takdir dalam menghadapi konspirasi. Tapi tidak! Ilmu kitalah yang berbeda dengan ilmu mereka, sebab sumbernya juga beda!
"Sdh kucium bau Yusuf kalau saja kalian tidak akan menuduhku lemah akal," kata Ya'qub menjelang pertemuan kembali seluruh keluarga itu. Yang tidak disadari para konspirator itu adalah bahwa sebenarnya mereka tidaklah mengendalikan permainan, terlalu banyak yang tidak bisa mereka kendalikan. Orang berakal itu, kata ulama kita, adalah yang paling banyak memikirkan akibat dari semua kata dan tindakannya. Itu karena mereka percaya pengaturanNya.
Jika terkepung dalam perang kita harus cari tempat berlindung yang lebih tinggi, tapi Allah justru menyuruh Nabi Musa ke tepi laut saat dikejar Fir'aun. Nabi Musa mengikuti perintah itu dan Fir'aun makin bernafsu, ia yakin pasti dapat mangsa yang empuk. Laut merah akan jadi saksi pembantaian. Nabi Musa pasti tampak lugu dan naif di mata Fir'aun, tapi ini pengaturan Allah yang tidak disadari Fir'aun, dia pikir dia hebat dan perkasa. Saat Fir'aun tiba di tepi laut merah, Nabi Musa dan kaumnya sudah ada di seberang laut, karena laut terbelah. Fir'aun tidak bertanya lagi, "kok bisa?"
Tak ada lagi pertanyaan dalam benak Fir'aun tentang arti laut terbelah, apalagi kecurigaan bahwa itu akan jadi jebakan. Jadi mereka kejar mangsa penuh nafsu. Laut merah itulah yang menutup riwayat keangkuhan Fir'aun. Permulaan yang tampak naif berujung dengan tragedi yang dahsyat, itulah pengaturan Allah.
Jika saja Fir'aun berangkat lebih pagi mengejar Nabi Musa dan kaumnya, mungkin mereka bisa menangkapnya sebelum sampai ke seberang laut. Tapi mereka telat. Tahu kenapa mereka telat? Karena pagi itu ayam berkokok setelah matahari terbit. Jadi Fir'aun dan pasukannya kesiangan. Jadwal ayam berkokok merubah sejarah.
Hanya satu makhluk dari seluruh penghuni alam raya ini yang digunakan Allah untuk mengubah jalannya sejarah. Hanya ayam. Itupun cuma jadwal berkokoknya.
Seluruh makhluk di alam raya ini adalah pasukanNya, yang tunduk pd perintahNya, itu yang tdk bisa dikendalikan manusia. Tapi itu juga tidak disadarinya. Semua sumber daya itu membuatNya Maha Mampu melakukan apa saja yang Ia mau, mengeksekusi rencanaNya. Itulah Al Qudroh, kemampuan yang tidak terbatas.
Ayat-ayat tentang takdir ini paling banyak diturunkan pada konteks politik dan kekuasaan, karena dalam pergulatan itulah iman kita pada takdir paling banyak diuji. Dalam pertempuran dan pertarungan politik iman kita pada takdir paling banyak diuji, karena dalam kondisi itu kita gampang labil dan tergoncang secara batin. Itu sebabnya banyak tentara yang pergi cari jimat sebelum bertempur, atau penguasa cari dukun untuk memastikan kesinambungan kekuasaannya.
Tentara dan penguasa terlibat dalam banyak pertempuran dan konflik, hidup dalam ketidakpastian dan goncangan tanpa henti, mereka mudah jadi rapuh. Tentara dan penguasa butuh sandaran spiritual lebih besar dan kokoh, sayangnya mereka sering mencarinya di luar Allah. Bekerja dalam dunia politik tanpa iman yang kokoh pada takdir membuat kita labil dan rapuh, mudah mengalami disorientasi dan tersesat di tengah jalan!
Musa berkata kepada kaumnya, "Mintalah pertolongan dari Allah dan bersabarlah, sungguh Dia akan wariskan bumi ini kepada hamba yang dikehendakiNya." Di antara Fir'aun dan Musa, Allah memberlakukan takdirNya; shifting of power. Itulah pengaturannya, terlalu halus memang, dan tak terbaca.
Iman pada takdir membuahkan keyakinan yang kokoh dan kesabaran yang panjang, itulah kunci dari karakter para pemenang: keyakinan dan kesabaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar