7 Des 2011

Anak Lampu Merah

Pernah suatu ketika, aku pengen banget ke Masjid Raya Batam merasakan atmosfer sholat jum’at di sana. Tanpa fikir panjang, segera setelah dari kantor aku langsung menuju ke sana. Sebenarnya sih, godaan perut sangat hebat kala itu karena memang sudah waktunya makan siang. Tapi, setelah kufikir-fikir, sekali-kali telat makan siang tak masalah, toh hanya sekali ini saja. Dan Alhamdulillah, pertarungan antara cacing di perutku melawan milyaran sel yang ada di otakku dimenangkan oleh sel-sel otakku tersebut.
Tiba di Masjid Raya, suasana keramaian sangat terasa. Ada ragu menghampiri hatiku untuk berbelok arah, tapi kuurungkan perasaan tersebut. Aku terus melaju memasuki lapangan parkir. Kudapati banyak jama’ah yang sudah memenuhi sekitaran Masjid dan semuanya laki-laki. Aku masih terus berusaha tidak peduli dengan suasana tersebut dan langsung menuju tempat wudhu wanita. Tapi, saat menyusuri jalan menuju tempat wudhu, aku mulai merasa tidak nyaman, tak satupun kudapati jama’ah perempuan, semuanya laki-laki yang jumlahnya sangat banyak. Entah karena waktu itu memang lagi ada demo kecil-kecilan di depan kantor Walikota Batam atau memang jumlah jama’ah di Masjid tersebut selalu sebanyak ini setiap jum’atnya, entahlah.
Aku merasa tidak tahan berada dalam kumpulan jama’ah tersebut, akhirnya kuputuskan segera meninggalkan Masjid yang sebenarnya aku baru berada di tempat wudhunya. Aku keluar dari lapangan parkir dan menuju Mega Mall. Pas di lampu merah, aku memanggil salah seorang anak yang sering mangkal jualan koran di simpang tersebut. Usia anak perempuan tersebut mungkin sekitar 6 - 7 tahun. Keberi dia sejumlah uang tetapi tidak mengambil korannya (maaf; diriku tidak begitu suka baca koran yang ada di Batam, beritanya aneh-aneh). Tapi diluar dugaanku, anak tersebut masih maksa aku untuk mengambil korannya. Entahlah, apa dia ingin aku membelinya lagi atau dia tidak mengerti bahwa dengan diriku tidak mengambil koran yang dia jual tersebut, dia akan mendapatkan keuntungan dari situ. Wallahu’alam.
Malam minggu kemaren, tepatnya di lapangan parkir Mega Mall, anak tersebut kembali mendatangiku. Kembali kuberi dia uang dan tidak mengambil korannya. Tapi kali ini dia tidak memaksa diriku tuk mengambil korannya. Kulihat temanku mengajak anak tersebut bicara, aku tidak terlalu memperdulikannya. Aku malah sibuk dengan fikiranku, “sepertinya anak itu sudah mulai faham yah?”, fikirku.
Cerita ini mungkin biasa saja, toh hampir tiap saat kita melihatnya atau mengalaminya sendiri. Tapi bagiku, ini adalah sebuah pelajaran yang sangat berarti dalam hidupku. Aku memaknainya sebagai pengingat, pengasah kepekaan hati dan fikiranku terhadap lingkungan yang ada di sekitar. Dunia ini sudah terlalu semrawut dengan segala hingar bingarnya, namun di banyak sudut kehidupan, tetap saja ada sebagian besar penduduk bumi yang masih memerlukan uluran tangan kita. Tidak hanya sekedar rupiah kita, tapi lebih dari itu. Pendidikanlah yang sangat diperlukan oleh Indonesiaku ini, pendidikan yang layak jauh lebih berharga daripada penghidupan yang layak. Bantuan terhadap pemahaman yang baik, melihat kehidupan dari sisi pandang mereka, mungkin akan membuat kita menjadi pribadi yang lebih bijak. Sehingga, kita mampu menjadi pribadi yang senantiasa menebar kemanfaatan di bumi Allah ini. Yah, aku selalu berdoa kepada Allah yang Maha Kaya, untuk selalu memperkaya hatiku dengan kebaikan dan kebeningan fikiran, memperindah wajah-wajah yang ada di sekitarku dengan kemuliaan akhlak untukku menjadikan sebuah cerminan hidup, untuk kemuliaan hidup di sisi Tuhan-ku. Aamiin..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar