Aku sering berfikir, kemudian merenung, menghadirkan setiap kepingan-kepingan ingatan yang masih tersusun rapi dalam memori, ada banyak hal yang sulit kupahami, sulit untuk kuikhlaskan. Namun, di saat sejenak kuberikan ruang pada hatiku untuk meraba perasaanku, kutemukan ada gunungan kesyukuran yang kian menanjak tinggi, perasaan yang mampu menghapus semua perih luka yang kualami selama menjalani hidup, dan aku tenang dengannya.
Cita-cita masa kecilku bukanlah menjadi seorang Engineer, bahkan sekalipun tak pernah terlintas di benakku. Aku sangat ingin menjadi seorang Sarjana Hukum, menjadi Pengacara untuk orang tuaku sendiri. Namun, belakangan aku menyadari. Itu bukanlah cita-citaku, melainkan tak lebih dari obsesi pribadi. Yah, aku memang sangat terobsesi menjadi seorang Pengacara, mengingat latar belakang keluargaku yang tidak pernah berhenti bersentuhan dengan masalah hukum.
Aku menemui kebimbangan yang hebat ketika hendak menyelesaikan Sekolah Menengah Atas, tiba-tiba saja aku tak tahu kemana harus melabuhkan cita setelah kesadaranku muncul akan obsesiku menjadi seorang Pengacara. Aku bingung dengan masa depanku sendiri. Semua terlihat gelap, tak ada bayangan cerah dalam hatiku. Namun, hidup harus memilih. Jika tidak, aku akan ditinggalkan waktu dan aku tidak menginginkan hal tersebut terjadi dalam hidupku.
Aku memilih Teknik Kelautan pada formulir pendaftaran JPPB yang disodorkan oleh Guru sekolah. Sesaat beliau menatapku ragu, aku pun menatapnya, dalam diam beliaupun mengerti keputusanku. Ketika dinyatakan lulus, hatiku kembali dihinggapi keraguan. Ada dorongan perasaan untuk berhenti, mencari cita-cita dan mimpi baru. Namun, seorang teman mengingatkan dan menguatkan pilihanku kala itu, “jangan mundur, mungkin itu adalah yang terbaik untukmu”.
Setelah menjadi mahasiswa Teknik, aku harus menerima kenyataan untuk bertemu dengan salah satu hal yang paling kubenci, Matematika/Kalkulus. Maka wajar saja, jika semua nilai Kalkulusku berujung pada nilai C. Dan di Teknik pulalah aku memantapkan diri tuk berhijab. Aku memang sudah lama menginginkannya, tapi bagaimanapun aku pernah membenci jilbab. Bahkan aku pernah bersumpah, meski duniaku terbalik, aku tidak akan pernah mengenakan jilbab. Alhamdulillah, duniaku memang sudah kebalik sejak memutuskan berjilbab. Aku berjilbab dan memilih hidup yang tidak seperti kebanyakan perempuan lajang pada umumnya.
Menyelesaikan kuliah dan segera mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan minat adalah mimpi setiap mahasiswa, sayangnya, lagi-lagi aku harus menelan pil pahit untuk takdirku. Hanya Perusahaan Galangan Kapal yang mau menampung diriku. Padahal, semasa kuliah dulu, aku tidak pernah ingin tahu tentang Kapal dan segala yang berhubungan dengan konstruksi Kapal. Dan sebagai resikonya, aku harus memberikan sebagian besar waktu, tenaga dan fikiranku untuk belajar semua aspek tentang Perkapalan.
2 tahun sudah meniti karir sebagai Engineer di Shipyard (Galangan Kapal), perasaan jenuh pun mulai menyelimuti fikiran. Dan pindah perusahaan adalah solusi terbaik untuk menghilangkan rasa jenuhku. Yip..yip.., aku pun mendapatkan pekerjaan baru di Perusahaan lain. Dan ajaibnya, Perusahaan baruku tersebut bergerak di bidang yang sangat kuhindari semasa kuliah, dunia Offshore. Ketika pembagian konsentrasi jurusan di kampus, aku tidak mau memilih bidang offshore, aku lebih tertarik dengan Teknik Pantai. Semua tugas-tugas yang berhubungan dengan Konstruksi Bangunan Lepas Pantai (offshore), asli hanya rekayasa semata. Tak ada yang kukerjakan secara profesional ala mahasiswa (semoga dosenku gak ada yang baca. Hehehe).
Saat kita mau sedikit memberi ruang pada diri untuk sejenak berfikir akan jalan yang telah tertempuh selama hidup, akan banyak hal yang membuat kita menertawakan dan mengejek diri sendiri, meskipun akan ada air mata, tapi itu bukanlah air mata untuk meratapi nasib, tapi itu adalah air mata kesyukuran. Bersyukur dengan segala kasih sayang Allah yang melimpah ruah di sekitar kita, yah, betapa Allah begitu mencintai kita sehingga diberikan kesempatan untuk melalui setiap bagian-bagian hidup yang kita miliki, meskipun itu kita benci. Sederhana saja mungkin bagi orang lain, tapi mereka adalah orang lain, bukan mereka yang rasa, tapi kita, karena itu adalah hidup kita.
Dari sini, banyak hal yang menimbulkan kesadaranku akan Kekuasaan Allah sebagai Sang Penggenggam hidup. Terlalu banyak yang kuhindari dalam hidupku, terlalu banyak hal yang kubenci dalam hidupku, namun dari semua yang kuhindari dan kubenci itu, kebanyakan itu jugalah yang menjadi jalan hidupku. Karena itulah, kesadaran bahwa, akan ada hikmah dari setiap peristiwa dalam hidup, membuatku selalu berusaha untuk menikmati tiap bagian-bagian hidup yang kulewati. Toh, setiap cobaan dan ujian yang pernah diberikan Allah padaku masih bisa membuat diriku tetap berdiri seperti saat ini.
Allah memang tidak pernah salah dan tidak akan pernah salah dalam menempatkan kita pada suatu kondisi. Tinggal bagaimana kita bisa merangkai hati untuk tetap memelihara prasangka baik pada-Nya. Jika hari ini tangis, bukankah tangis itu tidak selamanya? Bukankah hidup telah kita lalui lebih banyak dalam tawa daripada air mata? Lalu mengapa menumbuhkan keraguan pada-Nya? Jika hari ini kita hanya mempunyai sepotong roti, bukankah kita pernah memiliki semangkuk nasi di rumah?
Sekarang ini, aku hanya mencoba menjalani rangkuman dari mimpi-mimpi yang pernah kubangun, rangkuman dari kata yang pernah terucap dan rangkuman dari lintasan fikiran yang pernah melintas. Entah itu adalah hal yang kubenci atau itu adalah sesuatu yang sangat kuidamkan. Allah Sang Maha Tahu, Dia lebih tahu apa yang terbaik untuk kita. Jika harus tetatih menjalani takdir-Nya di hari ini, bukankah sesudah gelap matahari tidak pernah mengingkari janjinya untuk menemani pagi menerangi dunia?
Allah, syukurku tak akan pernah cukup atas segala karunia yang Kau beri, namun ijinkanlah setiap tarikan nafas ini adalah tahmid dan degupan jantung ini adalah takbir, agar aku selalu mampu merasai kehadiran-Mu sebagai sandaran hidupku yang Agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar