16 Apr 2012

Jika Saya Berada di Posisinya...

Tadi malam, dalam perjalanan pulang dari tempat liqo’, saya singgah di sebuah Ruko Money Changer yang juga mempunyai Counter Pulsa karena niatnya memang pengen beli pulsa. Tapi pas saya mau beli, rupanya mereka kehabisan Voucer senilai yang saya butuhkan. Dengan sedikit perasaan kecewa, saya menuju tempat dimana motor saya parkir.
Teringat sms dari teman, kemudian saya membalasnya terlebih dahulu sebelum meninggalkan tempat tersebut. Berhubung jawaban sms saya cukup panjang, jadi saya cukup lama di depan Ruko tersebut. Disela saya ngeti sms, tiba-tiba seorang anak laki-laki datang menghampiri. Mungkin dia masih seusia anak SMP. Dia meminta duit, kemudian sejenak saya mendongakkan pandangan ke arahnya yang sedari tadi saya serius tertunduk memandangi layar HP. Saya hanya tersenyum kecut dan tidak menggubrisnya. Akhirnya dia pergi.
Seorang tukang parkir menghampiriku, kuberikan duit 1.000 rupiah. Kembali saya fokus ke layar HP. Dan entah bagaimana awalnya, terdengar suara perempuan marah-marah tidak karuan. Saya masih tidak peduli dan tetap terpaku dengan aktivitas sms-an. Kembali tukang parkir tadi menghampiriku, “Kasihan juga sih mbak sama anak-anak ini, tapi mau diapa lagi, dia memang salah”.
“oh, iya pak. Betul”. Selintas saya memalingkan pandangan ke arah tukang parkir tadi dan lanjut lagi mengetik sms.
Lama-lama saya merasa terganggu dengan suara perempuan tadi yang mulutnya masih belum berhenti nyerocos bak petasan. Setelah sms saya kirim, saya mencoba membalikkan tubuhku ke arah Ruko dimana sumber suara perempuan tersebut. Di sana saya melihat anak laki-laki yang tadi sempat minta duit sama saya dengan kedua tangan meremas-remas tak karuan di belakangnya. Dia nampak begitu pasrah mendengarkan celoteh perempuan yang ada di hadapannya.
Selintas saya mencoba memahami masalah yang terjadi di sana. Ternyata, tanpa sengaja anak laki-laki itu memecahkan sebuah lampu neon seukuran 1,5 meter yang ada di Ruko tersebut. Perempuan yang mungkin pemilik Ruko itu masih semangat dengan aktivitas marahnya dan kemudian meminta ganti rugi. Telingaku sempat menangkap dengan jelas jumlah duit yang dimintanya. Saya yakin, anak laki-laki itu pasti tidak memiliki duit dalam jumlah itu.
Awalnya saya tidak mau peduli, toh sejak awal anak itu hanya meminta paling 1000 rupiah dari saya tadi. Saya menyalakan motor dan berniat meninggalkan kekacauan itu. Tapi, kemudian saya berfikir, “bagaimana jika saya berada di posisi anak itu??? Bagaimana perasaan saya???”.
Akhirnya saya memanggil tukang parkir yang sedari tadi begitu hikmat mendengarkan celoteh perempuan pemilik Ruko itu. Saya memberinya duit sejumlah yang disebutkan tadi dan bapak tukang parkir tersebut berjalan ke arah Ruko dan langsung menaruh duit tersebut ke tangan perempuan itu.
“Sudah buk, ini ganti ruginya”. Samar-samar saya mendengar perkataan tukang parkir tadi.
Saya langsung bergegas meninggalkan tempat itu. Ingin rasanya menyumbat mulut perempuan itu dengan duit karena setelah menerima ganti rugi, dia masih tetap berceloteh. Saya cukup emosi melihat pemandangan itu, sebenarnya bukan masalah celotehannya, tapi saya hanya tidak habis fikir dengan cara berfikirnya. “Dimana rasa empatinya?”. Memang sangat sulit menemukan Sense of Humanity di Negeri ini.
Hal yang paling saya benci dari orang yang merasa kaya alias merasa punya banyak duit adalah, semakin mereka berduit, maka mereka semakin pelit dan semakin serakah. Heiiiii... itu hanya sebuah lampu neon yang mungkin memang sudah seharusnya anda ganti dan harga dari lampu neon itu tidak akan membuat anda bangkrut jika kehilangan satu. Masya Allah... Semoga Allah menambahkan rejeki perempuan itu. Aamiin...     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar