Aku menyukai ayahku. Di mataku, dia begitu sempurna. Bagiku, kekurangannya hanya satu. Dia begitu keras kepala. Akan tetapi, bukan berarti sulit tuk meluluhkan hatinya. Aku adalah anaknya, jadi bagiku mudah saja tuk melunakkan sifat keras kepalanya. Aku hanya butuh sedikit merayunya, jika rayuan belum mempan maka aku akan merengek. Dan tercapailah apa yang kuinginkan pada ayahku. Aku tahu, ayahku tidak akan pernah tega melihat mataku dialiri buliran tangis karenanya.
Tak heran jika banyak yang mengatakan bahwa aku adalah tukang gombal sejati, bukan hanya teman laki-lakiku saja yang mengatakan demikian, tapi juga dengan teman perempuanku. Tapi kata ayahku, aku juga keras kepala, buktinya dia harus selalu mengalah dan melelehkan batu hatinya ketika berhadapan dengan keinginanku.
Aku tidak perlu jauh-jauh mencari sosok pria idaman di hatiku, ayahku telah mewakili kesempurnaan seorang suami dan ayah di hidupku. Apalagi yang kurang jika di setiap tutur katanya adalah bahasa yang santun, bernada rendah, tidak keras dan tidak ada umpatan ataupun kata-kata kotor. Tak sekalipun kulihat dia mengangkat tangan apalagi hendak menendang ibuku, seberapapun kesalahan ibuku. Ayahku tidak pernah berjudi, tidak minum minuman keras dan juga tidak merokok. Dia selalu mencurahkan seluruh cintanya buat ibuku dan kami anak-anaknya. Dia adalah teman diskusiku di rumah. Pengetahuan keagamaannya lebih dari diriku yang meskipun aku lebih banyak membaca buku daripada dia. Ah, hanya dia laki-laki yang mampu membuatku jatuh cinta selama ini.
Aku tidak bisa membayangkan, jika kelak suamiku jauh dari yang kurasakan dari cinta yang telah diberikan ayahku. Rasanya aku tidak siap. Menghadapi sikap keras kepala ayahku saja terkadang suka bikin puyeng, apalagi klo perokok, suka marah, main tangan dan sampai main hati. Na’udzubillah min zaalik yaa Allah. Hal yang paling aku takutkan adalah suara keras laki-laki ketika marah, mendengarnya apalagi melihatnya bisa membuat tubuhku bergetar dan kaku. Mendapatkan suami pemarah rasanya sama saja dengan membuat diriku terbunuh pelan-pelan.
Aku harap tak ada lagi yang men-judge diriku pemilih. Aku bukanlah siapa-siapa, tak ada yang bisa dibanggakan jika dilihat dari fisik dan materi, apalagi keimanan. Aku hanya takut, takut mentalku tidak sanggup menanggung kemungkinan-kemungkinan yang akan kudapatkan dalam sikap dan sifat suamiku kelak. Aku belum pernah jatuh cinta dan tidak mau jatuh cinta jika bukan pada suamiku. Karena aku tahu, jika aku jatuh cinta maka aku akan sangat mencintainya lebih dari cintanya padaku. Dan jika ternyata suamiku bukanlah laki-laki baik-baik, itu berarti aku akan sangat mencintai orang yang salah. Mencintai orang yang salah akan tetapi dia adalah suamiku, maka bagiku tidak ada alasan untuk berhenti mencintainya. Karena, cinta ini hanya ada 1 kali dalam hidup dunia akhiratku.
Aku tidak pernah takut dengan sedikitnya materi yang akan diberikan suamiku kelak, aku juga tidak peduli dengan tampilan fisiknya, yang aku takutkan adalah bahwa ternyata aku mencintai orang yang salah. Dan jika saja Allah mengabulkan doaku, maka lebih baik aku tidak pernah jatuh cinta selamanya jika harus mencintai orang yang salah. Karena laki-laki yang kucintai itu adalah imam-ku dan aku tidak mau menjadi makmum dari laki-laki yang tidak memelihara Allah di dalam hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar