Menunggu hari besar Nasional tak pernah terasa bagiku, mungkin juga bagi kalian. Who cares??? Tapi, menunggu hari yang dinantikan oleh setiap makhluk yang berupa manusia ternyata cukup mengganggu hati. Agustus 2012 – Juni 2013 bukanlah waktu yang banyak untuk dihabiskan dengan status single. Toh, saya sudah menjalaninya selama 26 tahun sebelumnya. Tak ada gundah gelisah, yang ada hanya kebebasan berbahagia ala diri sendiri. Namun, dalam kurun waktu yang tidak cukup setahun itu, rasanya beraaaaaat banget di awal. Tapi… semakin hari, semakin sedikit bilangan hari menuju hari – H, rasa beratnya malah tidak berkurang.
Seperti air, sejuk dan menyejukkan, suci dan mensucikan. Mendaki tingginya mimpi untuk setiap nafas keabadian hidup.
27 Sep 2013
26 Sep 2013
Tentang Aku dan Dia Part II: Bukti Kesungguhan itu Bukan Janji
Lalu apa yang terjadi ketika dua hati telah saling terpaut dan saling menginginkan? Bukankah hati-hati itu harus disatukan dalam bingkai syari’ah yakni Pernikahan?
Ah, menikah itu memang sederhana. Hanya saja tidak sesederhana yang kita bayangkan. Menikah itu bukan hanya tentang penyatuan dua hati, tapi lebih pada penyatuan dua keluarga besar dengan segala perbedaan adat istiadat, karakter dan lain sebagainya.
Dan, menikah itu butuh modal. Bukan hanya modal keinginan, tapi juga modal uang. Sebagaimana yang kami sadari, ada jarak yang begitu mahal yang harus kami tebus.
Secara pribadi, saya tidak pernah menyodorkan satu nama di hadapan orang tua saya. Saya punya cara sendiri untuk hal ini.
Tentang Aku dan Dia Part I: Cerita Kita Bermula di Sini
Banyak yang bertanya, bagaimana proses pertemuan saya dengan suami hingga akhirnya menikah. Okay, pada dasarnya proses yang kami jalani sederhana dan ceritanya tentu saja hampir sama dengan kebanyakan pasangan suami istri lainnya. Tapi, demi menghapus sedikit dahaga kalian tentang true story pernikahan kami, dengan senang hati saya membaginya.
Saya akan menceritakan bagaimana keputusan YES or NO diambil, bagaimana suami membuktikan kesungguhannya dengan mendatangi orang tua saya, dari proses lamaran resmi hingga sampai ke hari pertama dia menyentuh tanganku…
Klopun tidak bisa memberikan inspirasi buat orang lain, minimal ini akan saya simpan sebagai pengingat akan apa-apa yang telah kami lalui untuk melangkah ke tahap pernikahan. Dan lagi, nantinya saya tidak perlu bercerita banyak ke anak cucu kami kelak, toh mereka bisa membacanya di sini.
19 Sep 2013
Honeymoon Backpacker Part V: Kuala Lumpur, di sini Kita Masih Belajar Saling Mengenal
Pilihan sempurna mencari penginapan murah untuk para Backpacker di Kuala Lumpur tentu saja di Bukit Bintang. Bila di Bangkok terkenal dengan Khaosan Road-nya, maka di Kuala Lumpur di sinilah tempatnya. Dari terminal Bus Puduraya, kita tinggal berjalan kaki menuju Stasiun kereta Plaza Rakyat, ikuti saja tanda panah yang ada di dalam gedung terminal. Setelah itu kami turun di Stasiun Interchange Hang Tuah dan kemudian berganti kereta MRT menuju Stasiun Bukit Bintang.
18 Sep 2013
Honeymoon Backpacker Part IV: Bangkok – Phi Phi Island – Kuala Lumpur, Ujian Kesabaran!!!
Siapa yang gak pernah dengar kata Phi Phi Island? Ayok, angkat tangan! Wah, parah banget klo masih ada yang asing dengan kata tersebut. Phi Phi Island ini dipopulerkan oleh Leonardo De Caprio dalam Film “The Beach”. Sebenarnya, sy gak pernah nonton Film-nya, kebetulan sy bukan Watch-holic. Tapi bukan berarti sy gak update tentang Film2 yang pernah rilis di muka bumi ini. Gak keren banget kan klo waktu singkat yang kumiliki di dunia ini kebanyakan dihabiskan hanya untuk nonton Film??? Sudah cukup Liga Inggris mengalihkan duniaku, jangan ditambah lagi. Hehehe
14 Sep 2013
Honeymoon Backpacker Part III: Eid Mubarak from Bangkok
Pada dasarnya, inilah alasan tertinggi mengapa saya memilih melakukan perjalanan di akhir Ramadhan. Keinginan untuk merasakan atmosfir Ramadhan di Negeri minoritas Islam begitu membuncah. Bagaimana azannya, terdengarkah hingga beberapa ratus meter jaraknya? Bagaimana takbirannya, adakah ia menggema di hari nan Fitri tersebut?
Kami memang hanya mendapatkan masjid di tengah-tengah Hotel, ruko dan perumahan warga, bukan Masjid besar atau sekelas Masjid Agung yang ada di kota Bangkok. Namun suasana religious itu begitu terasa. Beruntunglah kita yang terlahir dari rahim orang tua Muslim, bahwa dimana-mana akan kita temukan Islam yang sama, sholat yang sama, bacaan Al-Qur’an yang sama. Sampe suami berkomentar lucu, “Ini kok berasa sholat jamaa’ah di Indonesia yah, bacaan Al-Qur’annya sama saja”. Trus saya jawab, “Loh, memangnya Abi berharapnya gimana? Ngaji logat Thailand?”. Dan kami pun saling melempar senyum… *Duh,,, senyum Abi manis banget!!!
Langganan:
Postingan (Atom)