Sejatinya, saya tidak memiliki satupun di dunia ini sosok yang bisa menjadi
sahabat dalam versiku. Tapi, saya sangat sadar bahwa banyak yang
menganggapku sebagai sahabatnya. Saya senang dengan pengakuan-pengakuan itu,
setidaknya itu membuatku tenang, membuatku merasa bisa sedikit mempunyai
arti dalam kehidupan orang-orang yang kusayangi. Bagiku, tak mengapa jika
hatiku kosong dalam kesunyiannya tapi ia mampu mengisi kekosongan yang ada
di sekitarnya. Tak peduli jika harus terluka, tapi sungguh hati ini tak
ingin melukai siapapun. Yah..meskipun pada kenyataannya, semakin kuat saya
berusaha tuk tidak melukai seseorang, namun semakin banyak saya membuat
orang-orang yang menyayangiku tidak nyaman di sampingku.
Pengecut, mungkin. Kadang saya merasa pengecut sejati. Tak berani mencintai
dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Takut kehilangan, tak ingin
dikecewakan. Hingga akhirnya semuanya berujung pada kata penolakan.
Prinsipnya, tak perlu kalian menolakku karena saya telah terlebih dahulu
menolak kalian. Saat semuanya ingin pergi meninggalkanku, dengan tangan
terbuka akan kupersilahkan, saya tidak akan menahan. Keyakinan akan setiap
pertemuan pasti akan berakhir dengan perpisahan membuatku selalu bisa
menegarkan diri bak batu karang. Tapi, dibalik semua itu kembali timbul
kesadaran bahwa tidak selamanya batu karang itu akan kokoh, pada saatnya
nanti ia pun akan terkikis habis oleh waktu dan terpaan gelombang. Ah..hati
ini akan menyamudera luasnya, hingga tiada lagi yang tersisa dalam kedukaan
dan lara kesendirian. Bukankah saya masih memiliki Allah?
Saya kesepian? Tidak juga, hanya butuh waktu tuk membiasakan diri. Dan
memang ada kalanya hati dan fikiran hanya ingin menjadi milik jiwa ini.
Sedikit egois memang, tapi saya tidak ingin membiarkan semua ruang di dalam
hidupku terisi dengan jiwa sosialnya. Biarlah ada satu atau beberapa ruang
kosong itu kuisi dengan cara yang berbeda, cara yang membuatku bahagia,
membuatku semakin mencintai Tuhanku dan tentunya tak ada satupun yang
terluka dengan jalanku ini.
Saudaraku, biarlah kita saling mencintai dalam bingkai maghfirah-Nya. Agar
hati terasa lapang, jiwa tak terkekang dalam ikatan yang kita ciptakan
sendiri. Hati yang akan berbicara, dan biarlah tatapan mata ini yang
bercerita, bahwa kalian adalah istimewa untukku. Maaf jika selama
kebersamaan ini saya tidak bisa menjadi yang terbaik untuk kalian. Kelukaan
karenaku membuatku sakit. Tapi, saya tidak ingin terlalu mencintai kalian,
saya tidak ingin menjadi penghambat langkah-langkah kalian dalam meraih
mimpi, karena setiap kita mempunyai kehidupan sendiri-sendiri yang kelak tak
memberikan ruang untuk kita bisa berbagi. Dan, janganlah pernah terucap
kata, "Selamat Tinggal" diantara kita, tapi ucapkanlah kata yang penuh
optimism tinggi akan sebuah pertemuan, "Sampai Ketemu lagi", jika tidak di
dunia ini, maka Insya Allah di akhirat kelak pertemuan itu akan menjadi
nyata. Dan di saat itulah akan kuberikan senyum terindah dan tulus sepenuh
hati yang merekahkan hati. Uhibbukum Fillah..
Batam, 20 Mey 2011