16 Jul 2012

Perayaan Cinta

Alhamdulillah, sabtu malam dan hari Ahad kemarin, Allah memberikan saya kesempatan untuk mengikuti serangkaian kajian yang dilakukan ust. Salim A. Fillah selama di Batam. Sebagaimana kata beliau bahwa dalam melakukan percepatan pembelajaran, hal yang paling penting untuk dilakukan adalah dengan menulis dan menyampaikan kembali apa yang kita tulis, kita dengar dan apa yang kita baca. So, moga-moga tulisan ini tidak ngawur. Ilmu itu harus diikat, klo tidak, pasti bakal dihapal di luar kepala alias lupa. Dan cara yang paling efektif dalam mengikat ilmu, yah... dengan MENULIS.

Okke! Dalam tulisan ini, saya akan mencoba menguraikan kembali apa-apa yang bisa ditangkap oleh otak yang sederhana ini sehingga melahirkan pemahaman yang sedehana pula sesuai dengan kapasitas pemahaman saya sendiri. Karena ini adalah tulisan saya, jadi saya bebas dong mencaplok kata-kata orang lain yang saya anggap menarik, termasuk pengalaman orang lain.

Bahagianya merayakan cinta versi Kiki... hehehe...

Sakinah, mawaddah, warahmah!!! 3 kata ini sepertinya sudah sangat familiar bagi kita. Hanya saja, sejauh mana kita memaknainya, tentu saja berbeda. Ada yang hanya mengucapkannya, tapi tidak mengetahui arti kata per katanya di dalam bahasa Indonesia, klopun tau artinya, belum tentu faham akan implementasi dan konsekuensi dari 3 kata tersebut. So, mari kita membahasnya satu per satu..

Sakinah. Apa itu sakinah? Sederhananya, sakinah itulah yang menyebabkan pernikahan disebut separuh agama seseorang. Ada perasaan tentram dan perasaan tenang kepada pasangan. Bagaimana mendapatkannya? Mungkin itulah yang dimaksud oleh ust. Anis Matta, yaitu adanya keserasian, kesesuaian dan kesejiwaan. Sebagaimana dalam sebuah hadits dikatakan bahwa, “Jiwa-jiwa itu bagaikan tentara-tentara berbaris rapi; Jika saling mengetahui (mempercayai) mereka akan bersatu, dan jika saling mengingkari, mereka akan berpisah”. Inilah yang saya istilahkan, Kode ruh! Klo kodenya sama, pasti akan bertemu di pelaminan.

Mawaddah, bentuknya bisa ekspresi yang paling bathin sampai paling zhahir, dari yang sifatnya emosional hingga seksual. Nah, Ust. Salim A. Fillah membandingkan pemaknaan Ibnul Qayyim Al Jauziyah terhadap mawaddah dalam buku Raudhatul Muhibbin dengan salah satu jenis cinta yang disebut Erich Fromm dalam The Art of Loving sebagai cinta yang erotis-romantis. Jadi, mawaddah adalah cinta yang erotis-romantis.

Warahmah, kasih sayang! Berkasih sayang berarti saling mencintai. Cinta yang bagaimana? Cinta yang seperti lagu, kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia. Inilah cinta yang memberi - bukan meminta, berkorban - bukan menuntut, berinisiatif - bukan menunggu, dan bersedia - bukan berharap-harap. Erich Fromm menyebutnya cinta keibuan.

Nah, timbul pertanyaan. Mengapa banyak pernikahan yang tidak sakinah? Klo sakinah saja susah bagaimana mungkin bisa mendapatkan warahmah yah. Ternyata, itu disebabkan karena kebanyakan memulai pernikahan dengan merasakan MAWADDAH terlebih dahulu. Bukan dimulai dengan kesejiwaan, tetapi dimulai dengan cinta yang erotis-romantis. Bersentuhan, berpandangan atau bahasa Inggrisnya, pacaran. Parahnya lagi, koleksi pacaranya sudah bejibun, entah berapa banyak perempuan yang disentuhnya atau sudah berapa banyak laki-laki yang menyentuhnya. Hmmm... Na’udzubillah...

Next....

Sekarang, bagaimana mendapatkan ketiganya dalam rumah tangga kita (saya; Aamiin)???

Tentunya dibutuhkan kerja keras dari kedua belah pihak. Seorang suami tidak boleh memaksa istrinya untuk menjadi seperti yang dia inginkan, begitupun sebaliknya. Apalagi menuntut respon yang sama terhadap sebuah persoalan. Karena, secara fisiologi, jumlah sel penghubung antara otak kiri dan kanan laki-laki dan perempuan itu berbeda. Ternyata perempuan lebih banyak. Mungkin inilah yang dimaksud oleh beberapa orang yang saya temui yang kemudian mengatakan bahwa laki-laki itu terkadang lambat dewasanya. Tapi klo kata laki-laki, perempuan itu ribet. Memang ribet karena yang difikirkan banyak, perempuan berfikir bagaimana forcast 100 tahun ke depan sementara laki-laki hanya memikirkan bagaimana forcast 10 tahun ke depan.

Saking ribetnya jadi perempuan, bahkan mereka sering membuat pertanyaan-pertanyaan yang sering menyakiti diri sendiri. Contoh, kebanyakan perempuan yang akan segera menikah, itu akan mengalami keraguan, padahal tinggal sekian – H pernikahan. “Benarkah dia jodohku? Benarkah dia mencintaiku? Bahagiakah aku dengannya nanti? And so on..”

Perempuan, ketika menghadapi sebuah masalah mereka cenderung menangis, kemudian curhat. Sementara laki-laki lebih suka menyendiri, diam, dan berkontenplasi. Dalam menyikapi ini, kadang-kadang keduanya salah dalam memposisikan diri.

Sang suami mengatakan, “Jangan nangis yah sayang, menangis tidak akan menyelesaikan masalah”. Meskipun pakai kata sayang, tapi bagi perempuan itu adalah respon yang sangat tidak diharapkannya, karena baginya menangis bisa meringankan beban sampai berton-ton beratnya. Setelah menangis perempuan akan curhat. Jadi, anda sebagai suami jangan pernah mengeluhkan istri anda jika semua orang satu kompleks pernah jadi tong sampah istri anda. Kenapa? Silahkan intropeksi diri. Apakah anda adalah seorang pendengar yang baik? Klo tidak, maka ajarilah telinga anda untuk menjadi telinga yang baik dan sabar mendengarkan ocehan istri anda.

Di sisi lain. Ketika si istri melihat sang suami sedang dalam masalah, si istri malah semakin penasaran untuk tau. Padahal, katanya, laki-laki itu lebih suka bercerita kepada istrinya setelah dia mampu menyelesaikan masalahnya. Ada rasa bangga tersendiri. “Nih suamimu, hebat kan?”

Kita menilik sedikit pada kisah Rasulullah SAW dan istrinya Khadijah. Ketika Rasulullah datang dari gua hira’ dengan wajah pucat pasi, menggigil, kedinginan, apa yang dilakukan oleh Khadijah? Beliau hanya menuntun Rasulullah masuk ke dalam kamar kemudian menyelimutinya dan mendoakannya di balik pintu. Bukannya bertanya dan ikut-ikutan panik. Siapa bilang Khadijah tidak penasaran berat? Hanya saja beliau cukup dewasa dalam bersikap. Subhanallah bunda Khadijah ini yah....

Jika kita lihat rumah tangga di sekitar kita, ada juga kebanyakan yang kurang harmonis. Ternyata, bukan karena mereka kurang dalam mencintai satu sama lain. Malah, cinta mereka sangat berlebih. Tapi mengapa bermasalah, karena mereka bermasalah dalam hal mengekspresikan cintanya. Banyak yang tidak tau bagaimana cara menujukkan rasa cintanya kepada pasangannya melalui tindakan sehingga akan melahirkan kesan kaku. Padahal, kata pak Mario Teguh, “Cinta itu pasti lebay .. Jika tidak sampai lebay, berarti bukan cinta … Cinta yang tertata & resmi selalu menyembunyikan niat bisnis.” Loh, cinta kok pake bisnis-bisnis segala?

Ada taruhan kepribadian di saat kita mengungkapkan;”Aku mencintaimu”. Substansi taruhannya adalah kepercayaan orang yang kita cintai terhadap integritas kepribadian kita. “Aku mencintaimu”, merupakan deklarasi jiwa bukan saja tentang rasa suka dan ketertarikan, tapi terutama tentang kesiapan dan kemampuan memberi, kesiapan dan kemampuan berkorban, kesiapan dan kemampuan melakukan pekerjaan-pekerjaan cinta: memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi.

Terakhir adalah, bagaimana saling menaklukkan. Bagaimana menaklukkan suami atau istri anda? Rahasia... hahaha... Semoga saya tetap ingat caranya hingga nanti saya sudah berstatus sebagai istri. Aamiin...

Sebenarnya masih banyak, tapi yang saya lupa lebih banyak lagi. Dan sepertinya tulisan ini sudah kepanjangan. Biasanya klo lihat tulisan yang panjang-panjang, pasti bawaannya malas bacanya. But, whatever-lah, tulisan ini jelas-jelas adalah investasi pribadi saya.

***

Saat mereka mendoakan,” Baarakallahu laka....”.

Kubisikkan padamu,” Cintamu, sehangat ciuman bidadari...”.

Kau menjawab,” Ada barakah dikala bidadari cemburu padamu.”

Ketika mereka meminta lagi pada Allah, “Wa baarakallahu ‘alaika...”.

Lirikanmu menyelisik hatiku, “ Dalam badai, dekap aku lebih erat!”.

“Bersama barakah, masalah akan menguatkan jalinan”, begitu kau kuyakinkan.

Lalu mereka menutup,” Wa jama’a bainakuma fii khaiir...”.

Maka tangan kita saling berpaut dan jemarinya menyatu,

“Genggam tanganku, rasakan kekuatan cinta!”

Maka sempurnalah tiga perayaan cinta.

***

Wallaahu’alam...


2 komentar:

  1. beegh..top markotop kk qq ^^d

    selengkapnya baca kitab merah 'Bahagianya Merayakan Cinta'.hahaha :D

    BalasHapus
  2. Hahaha... Betul..betul..betul..

    Sy jg belum baca, baru mau baca :P

    BalasHapus