14 Sep 2013

Honeymoon Backpacker Part III: Eid Mubarak from Bangkok

Pada dasarnya, inilah alasan tertinggi mengapa saya memilih melakukan perjalanan di akhir Ramadhan. Keinginan untuk merasakan atmosfir Ramadhan di Negeri minoritas Islam begitu membuncah. Bagaimana azannya, terdengarkah hingga beberapa ratus meter jaraknya? Bagaimana takbirannya, adakah ia menggema di hari nan Fitri tersebut?
Kami memang hanya mendapatkan masjid di tengah-tengah Hotel, ruko dan perumahan warga, bukan Masjid besar atau sekelas Masjid Agung yang ada di kota Bangkok. Namun suasana religious itu begitu terasa. Beruntunglah kita yang terlahir dari rahim orang tua Muslim, bahwa dimana-mana akan kita temukan Islam yang sama, sholat yang sama, bacaan Al-Qur’an yang sama. Sampe suami berkomentar lucu, “Ini kok berasa sholat jamaa’ah di Indonesia yah, bacaan Al-Qur’annya sama saja”. Trus saya jawab, “Loh, memangnya Abi berharapnya gimana? Ngaji logat Thailand?”. Dan kami pun saling melempar senyum… *Duh,,, senyum Abi manis banget!!!
Tapi pemirsa di rumah dan studio, ternyata di Thailand ini 15 16 dengan Indonesia. Lebaran-nya tidak soundsystem eh konsisten. Jadi, ada yang lebaran di tanggal 7 ada yang tanggal 8 dan ada juga yang tanggal 9. Begitulah kira-kira informasi yang kami kumpulkan dari beberapa warga.
Tapi, ada juga sih bedanya dengan di kampongku sono, Sulawesi. Klo di kampong, jam 6 pagi kita2 udah pada berebut tempat di Masjid karena sholatnya bakal dilaksanakan tepat jam 7 pagi. Tapi, di Bangkok sholat ‘Ied-nya itu jam 9 lewat 30 menit pagi waktu setempat. Kami sempat bingung dan kecele pas datang ke Masjid pagi2 banget waktu itu, kok sepi banget??? Apa kami ketinggalan sholat ‘Ied atau jangan2 Masjid Chakrabongse tersebut tidak menyelenggarakan sholat ‘Ied??? Untungnya ada dua orang laki-laki di sana yang dengan bahasa tubuh mampu memahamkan kami untuk kembali ke Masjid jam 9.
Akhirnya kami memilih ke KFC untuk sarapan kemudian kembali ke Hotel untuk membunuh waktu dan lelah sisa kemarin.
Finally, takbir pun sayup2 terdengar berkumandang di tengah2 perjalanan kami ke Masjid. Sembari menunggu pelaksanaan sholat ‘Ied, ada kesibukan luar biasa yang dilakukan oleh Panitia/Pengurus Masjid dan warga setempat. Ini amat berbeda dengan Indonesia dan baru kali ini saya mendapati kesibukan seperti itu di Masjid di hari Raya. Panitia begitu sibuk menyiapkan makanan yang akan disantap oleh jamaa’ah setelah sholat. Ada begitu banyak jenis makanan berat hingga kue2 penganan khas Thailand.
Suasana kesibukan menunggu sholat 'Ied
Di samping itu, saya mencoba berbaur dengan warga setempat. Secara wajah kita 17 18 kok miripnya. Hehehe… Alhamdulillah, perempuan yang di sebelah kiri saya amat mahir berbahasa Inggris yang kemudian dari pembicaraan kami yang hampir setengah jam lamanya, diujung pembicaraan kami menyebut profesi masing2 dan dia adalah seorang sekertaris di sebuah perusahaan swasta di Bangkok.
Oh yah, saya ingin sedikit bercerita tentang beliau. Jadi nama Thailand-nya adalah Deo, dan nama Hijrahnya adalah Faridah, 32 tahun umurnya. Dia seorang mu’allaf, sebelumnya dia beragama Budha sebagaimana agama Mayoritas di Thailand. Dia memutuskan pindah agama untuk mengikuti agama suaminya yang kebetulan waktu itu mereka baru 2 bulan menikah. hampir sama dengan saya. Bedanya, dia menikah tanggal 3 juni sementara saya tanggal 15 juni. Kami sama2 surprise mengetahui bahwa kami masih dalam kondisi pengantin baru. Katanya, dia sudah mulai hafal beberapa ayat Al-Qur’an, udah bisa semua gerakan sholat dan sedikit bacaannya. Klo saya menggunakan ilmu peramalku, sepertinya dia lagi semangat2nya belajar ngaji. Terbukti dari bagaimana cara dia melakukan beberapa trik untuk belajar, mulai dari beli CD, beli buku hingga belajar lewat Internet, termasuk belajar sama ibu mertua. Wah… selamat deh mbak, semoga istiqomah. Aamiin…
Dan tibalah saatnya menikmati makanan gratis. Horrrreeeeeeeeeeeeeee!!!
Awalnya, beberapa ibu2 di Masjid negur saya pake bahasa Thai, saya cuman senyum2 ke mereka. Hanya saja gak enak melihat mereka asyik bicara sementara saya diam mulu. Ntar diriku dikirain bisu.. so, saya bilang deh klo saya bukan orang Thailand tapi Indonesia. Waaaahhhhh… mereka pada kaget. Bukan karena surprise yah dengar kata Indonesia tapi lebih tidak percaya sama tampangku. Ada yang tetap ngotot bilang klo saya lebih terlihat seperti orang Thailand. Kemudian ibu2 yang lain pada manggut2 sebagai tanda bahwa mereka sekarang mengerti mengapa dari tadi saya diam aja pas diomong.
Agama ini memang indah, agama ini memang mempersaudarakan siapapun. Subhanallah, mereka memperlakukan saya dengan sangat baik dan ramah. Semua makanan di arahkan ke saya, diambilkan berbagai kue2, sampai saya susah bernafas karena kekenyangan. Masalahnya, selain karena gratis, makanannya memang enak banget, cocok sama selera lidah saya. 
Mari makan!!! Masjid Chakrabongse
Di luar Masjid, suamiku tidak mendapatkan kenikmatan yang sama denganku. Ternyata dia malu membaur dengan bapak2nya. Duggghhh… suamiku ini benar2 sangat pemalu. Bagaimana mungkin dia bisa menahan lapar dan nafsu makan dengan melihat makanan yang tersedia dan orang2 yang sibuk melahap makanan di sekitarnya. “Maaf Abi, saya fikir Abi makan bersama bapak2 di luar Masjid, makanya saya santai saja bersama para Ibu2 di dalam Masjid. Lain kali saya akan memastikan dulu bahwa Abi sudah memegang makanannya baru saya tinggalkan.”
Setelah itu, kami kembali ke Hotel kemudian siap2 untuk check-out tepat jam 12 siang. Rencana selanjutnya adalah jalan-jalan ke Wat Arun. Alhamdulillah, ternyata Hotel-nya menerima penitipan barang untuk beberapa waktu. Jadi, kami tidak perlu nenteng2 ransel kami kemana-mana. Kami kemudian berjalan mencari Tuk-Tuk untuk mencapai pelabuhan tempat penyebrangan ke Wat Arun. Biaya Tuk-Tuknya 50 Bath sementara Ferrynya 30 Bath. Tapi friend, antrinya lamaaaa banget. Kami nunggu di sana lebih satu jam tapi Ferry-nya selalu penuh dari pelabuhan lain. Kami lelah… kami tidak sabar lagi untuk menunggu dan akhirnya kami memutuskan untuk berhenti menunggu. Rencana ke Wat Arun resmi dibatalkan. 
Pelabuhan penyebrangan ke Wat Arun
Perut sudah keroncongan, matahari begitu garang membakar bumi. Kami butuh istirahat, butuh makan dan butuh sholat. Akhirnya kami memutuskan kembali ke Masjid, kebetulan di sana ada rumah makan halal. Setibanya di sana, kami memesan makanan. Saya lupa nama rumah makannya, tapi rumah makan tersebut berada tepat di gang menuju Masjid. Awalnya mereka bingung melihat kami, setelah mereka berdiskusi dengan bahasa Thai, akhirnya kami disuruh masuk dan mengambil kursi.
Akhirnya kami disediakan telor ceplok, nasi dan semur daging. Subhanallah… seumur2 nih yah.. baru pertama kali ini saya makan semur daging yang begitu enak. Suamiku pun berpendapat sama. Sangat enak. Bahkan, sampai sekarang klo mengingat rasanya, saya pasti ngiler dan ingin rasanya terbang ke Bangkok lagi.
Dan tahu kah anda pemirsa, makanannya gratis. Alhamdulillah!!! Secara, hari ini kan lebaran. So.. tentu saja warung tutup. Pasti mereka kasihan saja melihat wajah kelaparan kami makanya mereka menyediakan makanan buat kami. Subhanallah.
Ah, jika suatu saat ada diantara kalian pembaca blog ini yang kebetulan ke sana. Sampaikan salam kami buat Ibu warung tersebut. Katakana bahwa beliau dapat salam dari pasangan yang dulu mereka beri makan siang di hari Lebaran Agustus 2013.
Makan sudah, sholat jamak sholat dhuhur dan ashar sudah. Saatnya membunuh waktu selang menunggu pemberangkatan menuju Phi Phi Island. Karena waktu yang tinggal sedikit, kami hanya memilih ke taman Sanam Luang. Foto2 again, makan buah dan duduk2 sambil melihat orang2 yang lalu lalang di sana. Setelah itu kami kembali ke Hotel mengambil barang2 kami. Kebetulan di jalan Rambuttri dan di Khaosan Road ada beberapa penjual Kebab di pinggir jalan dan tentu saja halal. Kami membelinya 1 porsi dan ternyata lagi2 enak banget. Sayangnya saya sudah sangat kenyang untuk memasukkan asupan makanan ke dalam perutku. Kami juga kembali membeli Phat Thai untuk bekal makan malam kami di Bus. 
Gaya Abi yang keren di Sanam Luang





Kebab at Rambuttri Road















So, inilah waktu untuk meninggalkan kota Bangkok dan selanjutnya menjemput takdir lain untuk menjejakkan kaki di pasir putih Phi Phi Island, Phuket/Krabi. Hope oneday, we will coming back again here with our childrens. Aamiin..

Next:
http://kiki-nafisa.blogspot.sg/2013/09/honeymoon-backpacker-part-iv-bangkok.html
http://kiki-nafisa.blogspot.sg/2013/09/honeymoon-backpacker-part-v-kuala.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar